Imam bersaksi untuk dua terdakwa, yakni untuk Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy.
Kemudian, Imam bersaksi untuk terdakwa Bendahara Umum KONI Johny E Awuy.
Dalam persidangan, Imam dicecar sejumlah pertanyaan seputar perkara korupsi yang melibatkan sejumlah bawahannya dan pejabat KONI.
Salah satunya, Imam dikonfirmasi soal staf pribadinya yang bernama Miftahul Ulum.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ronald F Worotikan mengawali pertanyaan seputar awal mula pengangkatan Ulum sebagai staf pribadi.
Pertanyaan kemudian berlanjut mengenai tugas pokok dan fungsi staf pribadi.
"Tugasnya mengoordinasikan jadwal saya dengan jajaran teknis, sekretariat, deputi maupun di tempat-tempat yang saya djadwalkan hadir. Kemudian membantu publikasi dan komunikasi dengan protokol tentang jadwal aya yang mendadak berubah," kata Imam.
Jaksa kemudian berlanjut menanyakan seputar keterlibatan Ulum dalam proposal permintaan anggaran yang diajukan pihak ketiga di luar Kemenpora.
Imam secara tegas memastikan bahwa Ulum tidak terlibat sama sekali mengenai proposal anggaran.
Menurut Imam, Ulum tidak pernah diberikan tugas untuk memantau dan mengawal proposal yang masuk.
Secara spesifik, Ulum juga tidak pernah dikaitkan dengan proposal dana hibah dari KONI.
"Saya tidak pernah memberikan tugas di luar tupoksi. Proposal yang masuk langsung saya teruskan ke sekretariat," kata Imam.
Jaksa sempat mengulangi pertanyaan yang sama beberapa kali. Bahkan, Imam sempat diingatkan bahwa dia telah disumpah dan memiliki risiko hukum jika berkata tidak jujur sebagai saksi.
Namun, Imam tetap pada keterangannya.
Dalam persidangan, jaksa Budi Nugraha kemudian menampilkan barang bukti berupa nota dinas yang dibuat oleh Imam Nahrawi.
Nota dinas itu berisi disposisi tindak lanjut atas proposal dana hibah yang diajukan KONI.
Dalam barang bukti tersebut, tertulis bahwa Imam memerintahkan dua deputi untuk menindaklanjuti proposal.
Selain itu, Imam juga mendisposisikan proposal itu kepada staf pribadinya dan bagian tata usaha.
"Tadi rekan saya tanya soal proposal, Anda bilang Ulum tidak tahu. Ini buktinya Anda berikan disposisi?" kata jaksa Budi Nugraha.
Imam tidak langsung menjawab pertanyaan jaksa. Ia tampak terdiam sejenak dan memerhatikan serius barang bukti nota dinas yang ditunjukkan jaksa melalui proyektor.
"Saya enggak tahu, karena tugas dia juga mengarsipkan," kata Imam.
Jaksa kemudian menimpali pernyataan Imam dengan menegaskan bahwa faktanya Ulum bersentuhan langsung dengan proposal anggaran yang diminta KONI.
Setidaknya, menurut jaksa, Ulum mengetahui dan memiliki copy proposal dari KONI.
"Jadi Bapak cabut keterangan yang tadi? Kami jangan dibuat bingung, ini sudah malam. Bapak capek, kami juga capek. Yang Bapak disposisi ini copy proposal bukan?" kata jaksa.
Imam akhirnya mengakui bahwa disposisi tersebut mengenai proposal KONI.
Menurut jaksa, faktanya Imam pernah membuat disposisi atas proposal KONI yang salah satunya ditujukan kepada staf pribadinya, Miftahul Ulum.
Proposal
Dalam fakta persidangan terungkap bahwa Miftahul Ulum adalah orang yang berperan aktif dalam mempercepat persetujuan dan pencairan dana hibah yang diajukan KONI.
Tak hanya itu, Ulum juga mengatur pemberian cash back atau fee kepada pejabat Kemenpora atas dana hibah yang disetujui.
Selain itu, sejumlah saksi dan dua terdakwa sudah menyatakan dengan jelas bahwa Ulum pernah menerima uang dari Sekjen dan Bendahara KONI.
Setidaknya, Ulum menerima Rp 5 miliar untuk dua proposal anggaran yang diajukan KONI pada satu tahun anggaran.
https://nasional.kompas.com/read/2019/04/30/10442291/saat-jaksa-uji-kejujuran-imam-nahrawi-di-pengadilan