Hal itu diungkapkan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (24/4/2019).
"Dari hasil pendalaman juga dari Polda Papua khususnya dari Direktur Kriminal Khusus akan melakukan investigasi terhadap akun yang menyebarkan informasi tersebut dan menambah lagi narasi-narasinya," ungkap Dedi.
Ia menerangkan, logistik Pemilu 2019 yang dibakar tersebut merupakan sisa logistik yang tidak terpakai. Hal itu dilakukan untuk menghindari penyalahgunaan surat dan kotak suara yang tak digunakan.
Menurutnya, langkah tersebut merupakan keputusan petugas Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat. Pembakaran tersebut juga sudah dimuat dalam berita acara.
Para pemilik akun yang ikut menyebarkan hoaks tersebut, kata Dedi, dapat dijerat dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
"Itu bisa dijerat UU ITE kepada pemilik akun yang menyebarkan berita hoaks yang tidak sesuai fakta sebenarnya," tuturnya.
Beredar rekaman video pembakaran surat dan kotak suara di Papua. Video berdurasi lima menit itu ramai diperbincangkan di media sosial.
Orang yang merekam kejadian ini menyebut, logistik dibakar lantaran kecewa pada pelaksanaan pemungutan suara. Sebab, warga hanya mendapat surat suara pemilu legislatif dan tak mendapat surat suara pilpres.
Ia juga mengatakan, pemungutan suara pilpres di wilayah itu menggunakan sistem noken atau ikat. Warga merasa sistem ini tidak adil.
Untuk diketahui, KPU menerapkan sistem noken di 12 kabupaten di Papua. Penetapan penggunaan sistem noken/ikat ini tertuang dalam PKPU Nomor 810 Tahun 2019 tertanggal 5 April 2019.
Sebanyak 12 kabupaten ini yaitu Tolikara, Puncak Jaya, Puncak, Jayawijaya, Nduga, Paniai, Deiyai, Lanny Jaya, Yahukimo, Mambramo Tengah, Intan Jaya dan Dogiyai.
https://nasional.kompas.com/read/2019/04/24/16223041/polisi-investigasi-akun-penyebar-video-pembakaran-surat-dan-kotak-suara-di