Mantan Ketua Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) itu mengatakan, seseorang yang pernah menjabat di suatu perusahaan bisa saja kembali mengendalikan perusahaan itu sekalipun sudah tidak lagi menjabat. Apalagi, jika sebelumnya orang tersebut memiliki kedudukan tinggi.
Hal itu dikatakan Yunus saat memberikan keterangan sebagai ahli di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (8/2/2019). Yunus bersaksi untuk terdakwa Eddy Sindoro yang merupakan mantan petinggi Lippo Group.
"Walaupun orang sudah berhenti, dia masih punya pengaruh. Kalau dia pejabat tinggi, pengaruhnya tidak hilang. Apalagi di Indonedia sangat kuat budayanya," ujar Yunus kepada majelis hakim.
Dalam kasus ini, Yunus diminta oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membuktikan afiliasi Eddy Sindoro dengan sejumlah perusahaan di bawah Lippo Group.
Eddy Sindoro didakwa memberikan suap sebesar Rp 150 juta dan 50.000 dollar Amerika Serikat kepada panitera PN Jakarta Pusat, Edy Nasution.
Menurut jaksa, uang tersebut diberikan terkait perkara hukum sejumlah perusahaan di bawah Lippo Group. Pertama, agar Edy Nasution menunda proses pelaksanaan aanmaning terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP).
Suap juga sebagai pelicin agar Edy menerima pendaftaran peninjauan kembali (PK) PT Across Asia Limited (PT AAL) meskipun sudah melewati batas waktu yang ditentukan oleh undang-undang.
Saat diduga melakukan tindak pidana tersebut, Eddy bukanlah pengurus atau komisaris di setiap perusahaan itu. Namun, menurut Yunus, bisa saja Eddy masih memiliki pengaruh dan mengendalikan transaksi perusahaan untuk mengurus perkara hukum.
Dengan kata lain, Eddy dapat dikategorikan sebagai beneficial owner.
"Biasanya hal itu terjadi karena orang itu ada hubungan khusus dengan perusahaan. Kalau tidak, pengaruhnya tidak akan berjalan," kata Yunus.
https://nasional.kompas.com/read/2019/02/08/18165941/menurut-ahli-eddy-sindoro-bisa-tergolong-beneficial-owner