"Pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokok," ujar jaksa Nur Haris saat membaca amar tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (21/1/2019).
Menurut jaksa, Amin adalah anggota DPR Komisi XI yang memiliki fungsi pengawasan dan budgeting. Amin seharusnya mengawasi berbagai kebijakan Kementerian Keuangan.
Namun, bukannya mengawasi, Amin malah bersama-sama pegawai Kemenkeu menerima suap terkait permintaan anggaran.
Jaksa menilai, pencabutan hak politik perlu untuk mencegah agar jabatan publik tidak diisi orang-orang yang melakukan perbuatan tercela.
Selain itu, hukuman tambahan itu untuk melindungi publik dari fakta atau persepsi yang salah tentang calon pemimpin.
Amin Santono dituntut 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan serta dituntut membayar uang pengganti Rp 2,9 miliar.
Menurut jaksa, Amin terbukti menerima suap sebesar Rp3,3 miliar dari Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Lampung Tengah Taufik Rahman dan Direktur CV Iwan Binangkit Ahmad Ghiast.
Amin dinilai menerima uang bersama-sama dengan konsultan Eka Kamaluddin dan Yaya Purnomo selaku pegawai di Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan.
Menurut jaksa, uang tersebut diberikan agar Amin Santono melalui Eka dan Yaya Purnomo mengupayakan Kabupaten Sumedang mendapatkan alokasi tambahan Dana Alokasi Khusus (DAK) pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2018.
Selain itu, uang tersebut diberikan agar Kabupaten Lampung Tengah mendapatkan alokasi anggaran yang bersumber dari DAK dan Dana Insentif Daerah (DID) APBN 2018.
https://nasional.kompas.com/read/2019/01/21/15520041/jaksa-tuntut-pencabutan-hak-politik-anggota-fraksi-demokrat-amin-santono