Menurut Nenie, ia hanya pernah menyerahkan dokumen perusahaan ke Eni melalui Tahta terkait urusan terminasi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Hal itu ia sampaikan saat bersaksi untuk terdakwa Eni dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (2/1/2019).
Dalam persidangan sebelumnya, Tahta mengatakan, ia pernah menerima tas berisi uang sekitar Rp 1 miliar dari staf Nenie.
"Selain dokumen ada enggak yang lain yang diserahkan ke Pak Tahta?" tanya jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Enggak ada," jawab Nenie.
Jaksa KPK kembali mencecar Nenie apakah tas berisi uang tersebut tidak diserahkan secara langsung, melainkan melalui orang lain. Nenie kembali membantah.
"Saya enggak pernah, Pak," jawab Nenie.
Kepada Nenie, jaksa KPK mengatakan bahwa Tahta pernah menyampaikan keterangan dalam persidangan bahwa dirinya menerima uang senilai Rp 1 miliar di dalam tas olahraga berwarna hitam, dari staf Nenie.
Nenie merasa tak pernah memerintahkan atau menyerahkan uang kepada Eni.
"Mohon maaf, Pak. Saya tidak pernah memberikan uang," kata dia.
"Mungkin bukan (lewat) saksi langsung, melalui resepsionis atau satpam pernah enggak?" tanya jaksa KPK lagi.
Nenie kembali membantah hal tersebut. Mendengar jawaban Nenie, jaksa KPK mengingatkan bahwa Nenie telah disumpah untuk memberikan keterangan secara benar dalam persidangan.
"Yakin ya? Karena ada konsekuensinya, saksi kan di sini disumpah ya," kata jaksa KPK.
"Iya, Pak," jawab Nenie.
Jaksa KPK kembali menanyakan apakah pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk, Samin Tan pernah memberitahunya soal penyerahan uang ke Eni. Nenie mengaku atasannya tak pernah menyinggung persoalan tersebut.
"Tidak. Beliau (Samin Tan) tidak bicara itu," ungkap Nenie.
Eni Maulani Saragih didakwa menerima gratifikasi Rp 5,6 miliar dan 40.000 dollar Singapura.
Uang gratifikasi yang diterima diduga digunakan untuk keperluan suami Eni yang mengikuti pemilihan kepala daerah di Temanggung, Jawa Tengah.
Hal itu dijelaskan jaksa KPK dalam surat dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (29/11/2018).
Menurut jaksa, selain untuk pilkada, uang yang diterima juga untuk membiayai keperluan pribadi Eni.
Dalam surat dakwaan, salah satu sumber penerimaan gratifikasi Eni berasal dari Samin Tan selaku pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal sebesar Rp 5 miliar.
Menurut jaksa, Samin meminta bantuan Eni terkait permasalahan pemutusan perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) Generasi 3 di Kalimantan Tengah.
Menurut jaksa, Eni kemudian menyanggupi permintaan itu dengan memfasilitasi pertemuan pihak PT AKT dengan Kementerian ESDM.
https://nasional.kompas.com/read/2019/01/02/12484801/saksi-mengaku-tak-tahu-tas-berisi-uang-rp-1-miliar-yang-diserahkan-kepada