Hal itu disampaikan Rudiantara menanggapi larangan penggunaan masjid sebagai sarana politik praktis, khususnya kampanye di Pemilu 2019.
Menurut Rudiantara, tak semua kritik yang disampaikan dalam ceramah bermuatan politik praktis sehingga dilarang.
"Kalau secara substansi kita lihat. Apakah itu amar ma'ruf nahi munkar. Karena kan ini dikaitkan dengan yang kemarin juga mengenai banyaknya penyampaian hal-hal yang bersifat radikal di masjid," kata Rudiantara saat ditemui usai acara penutupan Rapat Kerja Nasional I DMI di Hotel Sahid, Jakarta, Minggu (25/11/2018).
Ia mengatakan, jika ceramah yang terdapat kritik tersebut berisikan masukan kepada pemerintah, tentunya bukan bermuatan politik praktis.
Namun, kata Rudiantara, hal itu menjadi terlarang bila ceramah mengarah pada ajakan untuk mengubah sistem negara.
"Tetapi kalau amar ma'ruf nahi munkar, seperti begini, tuh, programnya Kementerian Kominfo, Palapa Ring, kurang cepet. Kasihan masyarakat di sana. Harusnya begini, harusnya begitu. Itu diperbolehkan dan saya pun senang. Ada kritik," kata Rudiantara.
"Itu dalam kaitan kembali menerapkan amar ma'ruf nahi munkar. Mengajak orang untuk berbuat kebaikan. Walaupun misalkan suaranya keras. Jadi harus bisa dibedakan dengan yang berbicara keras yang mengajak membuat suatu sistem baru di republik ini. Itu tak bisa," lanjut dia.
https://nasional.kompas.com/read/2018/11/25/21084211/rudiantara-tak-masalah-ceramah-kritik-pemerintah-untuk-kebaikan