Namun, perusahaan X justru menyuap wakil rakyat agar pencemara lingkungan yang dilakukan tak lagi dipermasalahkan. Wakil rakyat pun dengan senang hati menerima uang suap itu dan melupakan aspirasi rakyat yang dibawanya.
Kurang lebih, seperti itu lah konstruksi perkara kasus suap yang melibatkan anggota DPRD Kalimantan Tengah dan petinggi PT Binasawit Abadi Pratama (BAP), anak usaha Sinar Mas Group.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menjelaskan, awalnya para anggota DPRD Komisi B itu menerima laporan masyarakat soal pembuangan limbah pengolahan sawit ke Danau Sembuluh oleh PT BAP. Laporan itu pun langsung ditindaklanjuti dengan kunjungan ke lokasi dan bertemu pihak PT BAP.
"Dalam pertemuan itu kemudian anggota DPRD Kalteng mengetahui bahwa diduga PT BAP yang menguasai lahan sawit namun sejumlah perizinan diduga bermasalah," kata Syarif dalam jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (27/10/2018).
Sejumlah izin yang bermasalah itu, yakni Hak Guna Usaha (HGU), Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), dan jaminan pencadangan wilayah. Diduga lahan sawit tersebut berada di kawasan hutan.
Akhirnya, PT BAP pun menyuap keempat anggota DPRD dengan uang Rp 240 juta. KPK turut menduga ada pemberian lain ke anggota DPRD Kalteng dari PT BAP. Saat ini, KPK sedang mendalami dugaan tersebut.
Sebagai timbal balik atas suap yang diberikan, PT BAP pun meminta anggota DPRD tak lagi mempermasalahkan izin hingga pencemaran lingkungan yang terjadi di Danau Sembuluh
"PT BAP meminta adanya rapat dengar pendapat terkait dugaan pencemaran lingkungan oleh PT BAP tidak dilaksanakan. Muncul pembicaraan bahwa 'kita tahu sama tahu lah'," ucap Syarif.
Bahkan, PT BAP juga meminta para anggota DPRD untuk berbohong kepada rakyat yang diwakilinya. Anggota Komisi B DPRD Kalteng menggelar jumpa pers yang pada intinya menjelaskan ke publik bahwa tidak benar PT BAP tidak mempunyai izin HGU.
Dalam kasus ini, KPK mengamankan 13 orang dalam operasi tangkap tangan pada Jumat kemarin. Tujuh orang di antaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Empat di antaranya adalah anggota DPRD Kalteng sebagai penerima suap. Mereka yakni; Ketua Komisi B DPRD Kalteng Borak Milton; Sekretaris Komisi B DPRD Kalteng, Punding LH Bangkan; anggota Komisi B DPRD Kalteng Arisavanah dan Edy Rosada. Keempatnya diduga sebagai pihak penerima suap.
Tiga orang lainnya sebagai pemberi suap adalah petinggi PT BAP. Ketiganya yakni; Direktur PT BAP/ Wakil Dirut PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Edy Saputra Suradja; CEO PT BAP wilayah Kalimantan Tengah bagian utara, Willy Agung Adipradhana; dan Manajer Legal PT BAP, Teguh Dudy Syamsury Zaidy.
Anggota DPRD Kalteng penerima uang suap disangkakan dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan para tersangka pemberi suap disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
88 anggota DPRD
Kasus ini semakin memperpanjang daftar anggota DPRD yang sudah dijerat KPK selama 2018. Setidaknya, sepanjang tahun ini, sudah ada 88 anggota DPRD yang ditetapkan sebagai tersangka.
Laode pun menyayangkan sikap anggota DPRD yang mudah diajak cawe-cawe oleh pengusaha untuk membela kepentingan mereka. Padahal, seharusnya anggota DPRD sebagai wakil rakyat di daerah bekerja untuk kepentingan rakyat yang diwakilinya.
Anggota DPRD juga harusnya bisa bertugas untuk mengawasi penyimpangan yang ada.
"KPK menyesalkan hal ini karena akan melemahkan fungsi krusial dari DPRD untuk melakukan check and balances," kata Laode.
Selain itu, Laode menegaskan, korupsi yang terjadi di sektor kehutanan, perkebunan dan lingkungan hidup sangat merugikan banyak pihak dan lingkungan itu sendiri.
Ia mengaku sudah pernah berkunjung ke Danau Sembuluh, yang merupakan tempat PT BAP membuang limbah sawit.
"Danau itu tadinya cantik sekali, bisa untuk olahraga air. Namun sekarang jadi rusak akibat ulah oknum birokrat," sesal Laode.
KPK berharap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bisa segera mengevaluasi izin usaha kelapa sawit yang dilakukan oleh PT BAP di sekitar Danau Sembuluh.
Lembaga antirasuah itu juga mengimbau kepada semua pihak, termasuk sektor swasta, untuk menjankan bisnis yang berintegritas, mengikuti peraturan yang ada dan mengurus semua perizinan dengan menghindari praktik suap menyuap.
"Termasuk kewajiban untuk memelihara kelestarian lingkungan dan keseimbangan ekosistem, praktik yang kerap diabaikan para para pelaku usaha di sektor sumber daya alam," kata Laode.
https://nasional.kompas.com/read/2018/10/28/06261291/saat-aspirasi-warga-berujung-suap-wakil-rakyat