Salin Artikel

Beras-isasi, Kebijakan Masa Lalu yang Berdampak hingga Sekarang

Namun belakangan, ketersediaan bahan makanan pokok di Indonesia, tidak dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri saja. Pemerintah melakukan impor beras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Sejatinya, masyarakat Indonesia merupakan sekumpulan manusia dengan keanekaragaman di segala sisi. Tidak hanya suku dan agama, perbedaan itu juga terdapat pada ragam bahan konsumsi pokoknya.

Masyarakat Papua dan Maluku misalnya, kita kenal sebagai konsumen sagu. Kemudian masyarakat Nusa Tenggara mereka biasa mengonsumsi Jagung dan Sorgum. Adapula masyarakat Sulawesi Utara yang menjadikan pisang gapi sebagai makanan pokok, dan lain sebagainya.

Semua bahan pangan itu memiliki kandungan karbohidrat yang sepadan dengan beras, untuk memenuhi kebutuhan asupan gizi tubuh sehari-hari.

Akan tetapi, program beras-isasi yang dikeluarkan Pemerintah Soeharto sedikit banyak mengubah konsumsi bahan pangan pokok masyarakat semula beragam, menjadi satu jenis, yakni beras.

Selain itu, kebijakan ini juga mematikan eksistensi bahan pangan lokal yang sebelumnya berkembang subur di daerah-daerah, karena peminatnya menurun.

Sebagian besar masyarakat Indonesia menjadikan nasi sebagai makanan utamanya, entah dia berasal dari Papua, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan lain sebagainya.

Berdasarkan keterangan dari Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian (Kementan), Agung Hendriadi, jumlah konsumen beras di Indonesia masih melebihi yang jumlah wajar.

"Berdasarkan data pola konsumsi menunjukkan bahwa beras atau nasi masih mendominasi porsi menu konsumsi masyarakat hingga 60 persen, idealnya maksimal 50 persen agar masyarakat dapat hidup lebih sehat, aktif, dan produktif," kata Agung sebagaimana tertulis di laman Kementan.

Ia berharap pemerintah daerah dapat mengembangkan potensi dan produksi bahan pangan lokal yang saat ini kurang diminati oleh masyarakat semenjak program beras-isasi diberlakukan.

Di lain sisi, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan adanya penurunan jumlah konsumsi beras di masyarakat, meskipun penurunan itu terjadi dalam angka yang kurang signifikan.

Pada 2007 konsumsi beras masyarakat Indonesia ada di angka 1,740 kilogram per kapita per minggunya. Sementara, pada 10 tahun kemudian, yaitu 2017, angka itu turun hanya sebesar 0,169 menjadi 1,571 kilogram per kapita per minggu.

Sejauh ini, beras masih menjadi bahan pokok yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Angka ini jauh di atas jagung dan ketela yang angkanya di bawah 0,2 kilogram.

Meskipun demikian, upaya penggalakan kembali bahan pangan lokal mulai terlihat, salah satunya di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur.

Di sana, Kompas.com pernah menjumpai sejumlah komunitas mulai menanam, memproduksi, dan melakukan inovasi pengolahan bahan pangan pokok mereka berupa biji sorgum.

Biji sorgum mereka olah menjadi berbagai bentuk panganan, misalnya dijadikan makanan kecil seperti keripik.

.

.

.

https://nasional.kompas.com/read/2018/10/16/19560611/beras-isasi-kebijakan-masa-lalu-yang-berdampak-hingga-sekarang

Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke