KOMPAS.com - Mendapat tunjangan pensiun, tunjangan kinerja, serta fasilitas kesehatan yang diberikan negara menjadikan banyak orang bersemangat menjadi pegawai negara sipil (PNS). Namun, menjadi PNS tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Setelah melalui berbagai seleksi yang ketat dari pemerintah, seorang PNS diharapkan menjadi seorang abdi negara yang mempunyai integritas, cerdas serta berkomitmen pada penugasannya.
Pekerjaan abdi pemerintah sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Mereka adalah kalangan bumiputra yang dipekerjakan oleh Belanda untuk membantu segala aktivitas pemerintahan kolonial. Pekerjaan itu baik administrasi, ataupun pekerjaan kelas bawah.
Intinya, mereka yang dipekerjakan oleh kolonial berstatus sebagai pegawai kelas bawah yang sebelumnya harus mendapat kepercayaan dari pihak kolonial.
Ketika pendudukan Jepang, pegawai yang sebelumnya dipekerjakan oleh Belanda otomatis langsung terintergrasi di bawah pendudukan Jepang.
Hal ini senada ketika Indonesia merdeka, pegawai yang berada di bawah pemerintahan Jepang langsung berada di bawah Pemerintah Republik Indonesia. Mereka ini yang nantinya akan terhimpun dalam satu wadah khusus.
Korpri sebagai wadah
Ketika rezim Orde Baru mulai berkuasa, Soeharto mulai menata pemerintahan yang ada. Tak luput dari pantauannya adalah mengenai pembentukan sebuah wadah untuk menghimpun pegawai Republik Indonesia.
Pada 29 November 1971, terbentuklah wadah untuk itu dengan nama Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri). Wadah ini menghimpun pegawai negeri, pegawai BUMN, pegawai BUMD, serta perusahaan dan pemerintah Desa.
Walaupun pada dasarnya untuk menghimpun pegawai dari berbagai instansi, Korpri sering dikaitkan dengan PNS. Kedudukan dan kegiatan Korpri tak terlepas dari kedinasan.
Harian Kompas edisi 2 Desember 1971 menjelaskan, pembentukan Korpri bertujuan untuk menghimpun berbagai pegawai dari beberapa instansi dalam satu wadah yang nantinya ikut memantapkan stabilitas politik dan sosial.
Selain itu, Korpri dibentuk untuk meningkatkan daya guna dalam bidang pembangunan dan pelajaran masyarakat.
Korpri juga menyelenggarakan usaha-usaha untuk meningkatkan dan memelihara kesejahteraannya melalui kegiatan tertentu. Melalui Keputusan Presiden Nomor 82/1971, Korpri dibentuk dengan arahan langsung dari Presiden Soeharto.
Tak semua rencana awal dari pembentukan ini murni untuk menghimpun pegawai, karena Korpri kemudian dinilai menjadi alat politik Orde Baru dan Golongan Karya sebagai partainya.
Semua itu telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1976 tentang Keanggotaan PNS dalam Partai Politik atau Golongan Karya, makin memperkokoh fungsi Korpri dalam memperkuat barisan partai.
Alhasil, Korpri yang berisikan PNS bisa memperkokoh rezim itu selama puluhan tahun.
Namun sejak era reformasi, cara pandang pegawni negeri terhadap pemerintah diubah. Mereka yang sebelumnya dikenal sebagai alat kekuasaan pemerintah harus bisa menjadi seorang abdi negara yang netral dan tak ditunggai partai.
Dalam rangka menjamin kenetralan itu, seorang pegawai negeri tak diperbolehkan untuk terjun menjadi anggota partai politik. Mereka harus menanggalkan status pegawai negeri ketika terjun dalam politik/partai.
Kepastian karier
Harapan terbesar dari pegawai negeri pada waktu itu adalah agar jenjang kariernya semakin membaik ketika terbentuknya Korpri.
Harian Kompas edisi 6 Desember 1971 menulis, terbentuknya Korpri adalah untuk menjamin direalisasikannya kepastian karier dari pegawai negeri.
Dalam bidang pendidikan, Korpri bisa menekankan intensitas dan gotong royong antara pemerintah dengan pegawainya.
Selain itu, terbentuknya Korpri bisa menjadi sarana untuk menyalurkan aspirasi dari pegawai negeri kepada pemerintah berkaitan dengan suatu hal.
Struktur awal Korpri
Ketika terbentuk, Korpri terbagi dalam beberapa tingkatan. Masing-masing terbagi dalam tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Soeharto memimpin sendiri Korpri pada tingkat pusat yang terdiri dari beberapa menteri.
Sedangkan struktur di tingkat provinsi, gubernur sebagai ketua dengan dibantu pimpinan dari instansi-instansi terkait tingkat provinsi.
Untuk tiap daerah, biasanya dipimpin oleh bupati/wali kota yang telah terorganisasi dengan ikatan dinas lainnya untuk mengawal Korpri ini.
Pada saat ini, kegiatan Korpri biasanya untuk menyejahterakan anggotanya termasuk mendirikan badan/lembaga profit maupun non profit.
Sumpah Panca Prasetya Korpri sering juga disebut sebagai sumpah/janji pegawai negeri sipil agar bisa mencetak sosok pegawai negeri yang profesional, jujur, bersih, berjiwa sosial dan sebagainya.
https://nasional.kompas.com/read/2018/09/20/14423261/sejarah-pns-dari-pekerjaan-bumiputra-di-era-kolonial-hingga-politisasi