Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menegaskan, saat ini Indonesia memang harus impor beras karena stok yang tidak bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri.
"Secara realita kita memang masih perlu impor (beras)," kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/9/2018).
Menurut Moeldoko, produksi beras dalam negeri tak bisa mencukupi kebutuhan disebabkan karena beberapa hal. Salah satunya adalah pengurangan lahan pertanian yang terus terjadi.
"Ada penyusutan lahan, sampai dengan, data terakhir kemarin 24 persen. Jadi Memang secara alami ada penyusutan (karena) pembangunan jalan tol, kawasan-kawasan industri yang dibuka, kawasan perumahan yang berkembang dengan cepat. Itu mengurangi tanah-tanah itu," kata Moeldoko.
Moeldoko mengatakan, pemerintah melalui menteri pertanian sebenarnya sudah melakukan sejumlah upaya untuk menyiasati berkurangnya lahan pertanian ini. Misalnya, dengan membuka lahan di luar Jawa.
"Tapi sekali lagi, bahwa faktor cuaca, faktor hama, dan lain-lain, sangat memengaruhi produktifikas. Sehingga memang kita masih memerlukan impor," tegas Moeldoko.
Di sisi lain, lanjut Moeldoko, kebutuhan orang Indonesia akan konsumsi beras sangat tinggi, yakni mencapai 2,4 juta ton per bulan.
Jika stok beras dalam negeri kurang, maka dikhawatirkan akan terjadi kelangkaan dan kenaikan harga.
"Jadi kalau oh ini sudah bahaya, mepet, harus ada upaya-upaya untuk impor. Itu, jadi kita tidak boleh mengatakan tidak impor, enggak. Harus dilihat secara realistis kebutuhan-kebutuhan sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Ini mohon dipahami," kata Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia ini.
Moeldoko mengatakan, dengan datangnya beras impor ditambah jumlah panen petani, gudang miliki Badan Urusan Logistik (Bulog) saat ini memang sudah penuh.
"Tetapi ingat bahwa gudang bulog itu fungsi utamanya adalah melakukan keseimbangan harga di pasar. Begitu harga di pasar tinggi Bulog harus segera menyebar beras itu. Jangan sampai nanti terlalu sepenuhnya dikendalikan pasar," kata dia.
"Jadi kalau Pak Buwas (Dirut Bulog Budi Waseso) mengatakan sekarang masih penuh, mungkin minggu depan, dua minggu lagi berkurang karena kebutuhan memenuhi pasar," kata dia.
Moeldoko menilai, ribut-ribut impor beras antara Buwas dan Enggar ini hanya masalah miskomunikasi.
Menurut dia, Presiden Joko Widodo sudah meminta Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution untuk memanggil keduanya.
"Nanti kalau sudah dikomunkasikan oleh menteri koordinator, saya pikir sudah," kata dia.
Buwas sebelumnya menyatakan, sampai tahun depan dirinya berkeyakinan Indonesia tidak membutuhkan impor beras.
Buwas berkeyakinan seperti itu karena cadangan beras Bulog bisa capai 3 juta ton hingga akhir 2018. Sementara hingga saat ini, cadangan beras Bulog capai 2,4 juta ton.
“Berdasarkan fakta dan data yang dihitung oleh para ahli dalam tim mengatakan dan merekomendasikan sampai bulan Juni 2019 tidak perlu impor,” tutur Buwas saat acara konferensi pers di Kantor Pusat Bulog Jakarta, Rabu (19/9/208).
Dia mengatakan, tim tersebut melibatkan berbagai ahli lintas bidang seperti dari Bulog, pertanian, perekonomian, kepolisian hingga BIN.
Hingga Agustus 2018 Bulog sudah mengimpor beras sebanyak 1,4 juta ton. Menurut Buwas, beras impor tersebut tidak terserap ke pedagang-pedagang lantaran rendahnya permintaan.
“1,4 juta ton impor dari 1,8 juta itu diam di tempat. Oktober datang lagi 400.000 ton. Untuk operasi pasar dan rastra itu serapan dalam negeri,” ujar dia.
Ia juga mempermasalahkan pihaknya yang harus menyewa gudang milik institusi negara lain untuk menyimpan stok beras yang melimpah.
Buwas pun mengaku bingung dengan Mendag yang menyatakan bahwa persoalan gudang ini bukan urusan pemerintah.
Dia tampak kesal bahkan sempat mengeluarkan makian khas jawa.
“Saya bingung ini berpikir negara atau bukan. Coba kita berkoordinasi dan samakan pendapat jika keluhkan fakta gudang. Saya bahkan menyewa gudang itu kan cost-nya nambah. Kita kan sama-sama (urusan) negara," ujar Buwas saat konferensi pers di Kantor Bulog Pusat Jakarta, Rabu (19/9/2018).
https://nasional.kompas.com/read/2018/09/20/13234101/moeldoko-kita-memang-masih-perlu-impor-beras