Menurut Alissa, situasi inilah yang harus dicermati oleh struktur Pengurus Besar NU saat ini agar organisasi NU tidak menjadi mesin politik oleh kontestan Pemilu.
"Di sinilah kedewasaan pengurus besar NU akan kita lihat. Dalam kontestasi politik, ya jangan lagi menyeret-nyeret NU. Kalau mau, ke orangnya saja, bukan organisasi NU yang kemudian dikorbankan sebagai mesin atau kendaraan politik," ujar Alissa dalam acara Satu Meja yang tayang di Kompas TV, Rabu (19/9/2018).
Alissa tidak mempersoalkan apabila Rais Aam PBNU Kiai Haji Ma'ruf Amin menjadi salah satu kontestan Pilpres. Hal iItu adalah hak politik Ma'ruf Amin. Alissa sangat menghormatinya.
Namun, status itu tak lantas mengasosiasikan bahwa NU dipastikan mendukung Ma'ruf Amin yang berpasangan dengan petahana Joko Widodo.
Struktur PBNU tetap harus membatasi agar NU secara organisatoris tidak masuk ke ranah politik praktis.
"Bagi saya pribadi, tidak masalah lagi dengan Kiai Ma'ruf Amin menjadi cawapres. Beliau jadi cawapres sebagai individu. Tapi kemudian batasnya sampai di mana? Ada AD/ART PBNU yang harus diikuti. Setelah itu, dalam kontestasi politik, ya jangan lagi nyeret-nyeret NU-nya," ujar Alissa.
Alissa berharap struktur Pengurus Besar NU menyadari hal ini dan melakukan pembenahan internal.
Ia berharap NU kembali ke asalnya sebagai organisasi masyarakat Islam yang fokus pada isu peningkatan spiritualitas, sosial dan kesejahteraan masyarakat.
"NU diperjuangkan Gus Dur tahun 1994. Gus Dur dengan kiai-kiai saat itu bersusah payah untuk mendekonstruksi fase perjalanan NU yang dekat, dari bagian gerakan politik praktis, untuk kembali ke kitohnya sebagai organisasi sosial kemasyarakatan," ujar Alissa.
"Kalau sekarang diseret- seret lagi untuk kepentingan elektoral, ini warisan Gus Dur, warisan para kiai yang dipertaruhkan. Apa harga yang dibayar oleh NU?" lanjut dia.
https://nasional.kompas.com/read/2018/09/20/10334541/alissa-wahid-nu-jangan-dikorbankan-jadi-mesin-politik