Titi mengatakan, Bawaslu perlu melihat apakah dalam proses pencalonan wakil presiden ada partai politik yang menerima imbalan atau tidak telah melanggar pasal 228 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.
“Masalah pemidanaan ada atau tidak ada pemidanaan saya kira akan berkembang dalam proses tindak lanjut itu. Tapi yang diperlukan saat ini adalah ketegasan Bawaslu bahwa Bawaslu akan menindaklanjuti dugaan terjadinya mahar politik di dalam pencalonan Presiden dan wakil presiden 2019 kali ini,” ujar Titi saat dihubungi Kompas.com, Rabu (15/8/2018).
Dalam pasal 228 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, tertulis:
(1) Partai Politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apa pun pada proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden
(2) Dalam hal Partai Politik terbukti menerima imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai Politik yang bersangkutan dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya
(3) Partai Politik yang menerima imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibuktikan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
(4) Setiap orang atau lembaga dilarang memberikan imbalan kepada Partai Politik dalam bentuk apa pun dalam proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.
Bawaslu, kata Titi perlu bergerak cepat dan proaktif untuk menelusuri dan menindaklanjutinya adanya dugaan mahar politik.
Menurut Titi, kinerja cepat Bawaslu diperlukan untuk menjaga kepercayaan dan kredibilitas pada proses penyelenggaraan pemilu 2019.
Lebih lanjut, Titi mengatakan, bila Bawaslu tidak menindaklanjuti adanya dugaan mahar politik akan menimbulkan ketidakpercayaan publik kepada lembaga tersebut.
“Kalau kredibilitas prosesnya diragukan oleh masyarakat bisa berakibat menurunnya animo masyarakat pada pelaksanaan pemilu (pemilu 2019). Dan isu ini (dugaan mahar politik) sangat menciderai kredibilitas serta marwah pemilu dan demokrasi kita,” tutur Titi.
Sebelumnya, isu mahar politik tersebut dihembuskan oleh Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Andi Arief melalui akun Twitter-nya.
Dalam kicauannya, Andi Arief menyebutkan Sandiaga memberikan masing-masing Rp 500 miliar untuk Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN). Uang tersebut disebut agar ia dapat menjadi cawapres bagi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Perkembangan terakhir, dugaan tersebut telah dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) oleh Rumah Relawan Nusantara The President Centre Jokowi-KH. Ma'ruf Amin.
Sandiaga diduga melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 288 tentang Pemilu.
Polemik ini muncul akibat pernyataan politisi Partai Demokrat Andi Arief yang menuding Sandiaga memberikan sejumlah uang kepada Partai Amanat Nasional dan Partai Keadilan sejahtera demi mendapatkan posisi mendampingi Prabowo Subianto pada Pilpres 2019.
https://nasional.kompas.com/read/2018/08/15/13173051/bawaslu-diminta-cepat-dan-tegas-tindak-lanjuti-dugaan-mahar-politik-sandiaga