Ia meminta warga melaporkan arogansi aparat ke atasannya.
"Kalau benar jangan takut dilaporkan. Tugas lurah beri pelayanan," kata Tjahjo melalui pesan singkatnya, Selasa (3/7/2018).
Hal itu disampaikan Mendagri ketika diminta tanggapan arogansi Lurah Empoang Selatan, Kecamatan Binamu, Jeneponto, Sulawesi Selatan, Muhammad Yusuf terhadap warga yang membutuhkan pelayanan.
Tjahjo mengatakan, jajarannya di daerah akan menggali fakta-fakta secara detail kasus tersebut.
Ia meminta, warga yang menjadi korban tersebut untuk melapor ke Bupati Jeneponto.
"Laporkan ke pemerintah kabupaten (Jeneponto)," kata Tjahjo.
Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Bahtiar menjelaskan, pihak yang berwenang memberikan sanksi kepada lurah tersebut adalah Bupati Jeneponto.
Hal itu sesuai dengan UU ASN Nomor 5 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.
"Karena yang bersangkutan adalah PNS Kabupaten, maka yang menindak adalah Bupati selaku Pejabat Pembina Kepegawaian," kata dia.
Bahtiar menegaskan, semestinya aparatur negara tidak boleh arogan dan justru sebaliknya harus menjadi pelayan masyarakat.
"Silakan masyarakat lapor kepada Pak Bupati Jeneponto dan pak Gubernur Sulawesi Selatan agar persoalan tersebut diselesaikan," ujar dia.
Sementara itu, Penjabat Gubernur Sulawesi Selatan Soemarsono menyesalkan arogansi jajarannya di tingkat kelurahan tersebut.
"Tindakan lurah ini tidak dibenarkan, dengan tidak keluarkan ijin hanya karena beda pilihan politik," kata Soemarsono.
Ia meminta agar Bupati Jeneponto segera menangani persoalan itu, apakah memberikan peringatan atau sanksi tegas.
"Bila tak sanggup, pemerintah provinsi (Sulawesi Selatan) akan ambil alih. Kita tunggu saja dulu," ujar dia.
Sebelumnya, Lurah Empoang Selatan Muhammad Yusuf mengancam akan melaporkan warganya ke polisi akibat videonya yang viral.
Dalam video tersebut diketahui dua warga hendak mengurus perizinan usaha, Senin (2/7/2018).
Namun, saat hendak menandatangani berkas, lurah itu menanyakan pilihan politik pada Pilkada Serentak 2018.
Setelah itu, sang lurah menelepon seseorang dan menanyakan identitas dan pilihan politik warga yang mengurus perizinan usaha.
"Tahu tidak atas nama Ardiansyah dia pilih nomor berapa kemarin," kata lurah tersebut saat menelepon.
Setelah mendapatkan jawaban, Yusuf enggan menandatangani surat keterangan usaha (SKU) tersebut.
"Saya tidak mau tandatangan," kata sang lurah.
Ketika ditanya mengapa tidak mau tandatangan, ia hanya menjawab, "tidak mau."
"Saya minta tolong," kata warga kepada Yusuf.
"Saya tidak mau tandatangan, kau mau apa?" timpal lurah sambil menghisap rokok.
Ketika ditanya apa alasannya, lurah tersebut menjawab, "tidak ada alasan. Saya tidak mau tandatangan. Ini hak saya, mau tandatangan atau tidak itu hak saya. Kenapa kau paksa saya?"
Akhirnya, warga itu pergi. Namun, rekaman peristiwa tersebut kemudian viral dan dikecam publik.
Sementara itu, sang lurah, Yusuf, membantah dirinya enggan menandatangi SKU lantaran berbeda pihan politik.
"Soal ditelepon itu yang saya tanyakan cuma nomor bukan paslon (pasangan calon)," tuturnya, Selasa (3/7/2018).
Ia menilai, video tersebut tidak sesuai fakta. Karena itu, ia meminta warga yang merekan video tersebut datang meminta maaf.
Sebab, jika tidak, ia akan melaporkan warganya ke pihak berwenang.
"Saya masih membuka pintu agar dia datang minta maaf. Kalau tidak, saya akan laporkan ke kantor polisi," tutur Yusuf saat dimintai keterangan di salah satu warung kopi di Kabupaten Jeneponto.
https://nasional.kompas.com/read/2018/07/03/17225741/soal-arogansi-lurah-di-jeneponto-ini-komentar-mendagri