Menurut Abhan, semangat KPU untuk menjaga parlemen tidak diisi mantan koruptor dapat dipahami. Namun, jangan sampai semangat itu melanggar aturan.
"Saya kira semua sepaham parlemen tidak diisi oleh mantan-mantan koruptor, tetapi bahwa pengaturan ini (larangan mantan narapidana kasus korupsi) enggak bisa diatur oleh norma di PKPU. Karena apa? Undang-undang jelas tidak mengatur, begitu loh," ujar Abhan saat dihubungi, Minggu (1/7/2018) malam.
Menurut Abhan, aturan larangan mantan narapidana kasus korupsi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Pasal 240 Ayat 1 huruf g UU Pemilu menyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.
Dengan demikian mantan narapidana korupsi, menurut Abhan, dapat mencalonkan diri sebagai caleg, sesuai UU Pemilu.
Abhan menilai larangan tersebut berpotensi melanggar HAM, karena membatasi hak politik seseorang yang dijamin dalam UUD 1945.
Abhan mengatakan, selama hak politik tak dicabut pengadilan, hak politik seseorang untuk dipilih dan memilih tetap harus dijamin.
"Napi koruptor bisa kembali lagi (berpolitik) setelah lima tahun, asal dia men-declare bahwa dia pernah menjadi napi korupsi," kata Abhan.
Meski demikian, Abhan menghormati sikap KPU yang akan melakukan sosialiasi Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan Pileg 2019 sebelum tahapan pengajuan daftar calon legislatif.
Pengumuman pendaftaran anggota calon anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD kabupaten/kota akan berlangsung sejak 1 sampai 3 Juli 2018. Sementara pada 4 sampai 7 Juli 2018 telah memasuki tahapan pengajuan daftar calon anggota legislatif.
"Hak KPU untuk menyosialisakan PKPU itu. Akan tetapi, nanti seandainya ada kemudian kandidat yang mantan napi dicoret KPU karena tidak memenuhi syarat jadi masalah sengketa di kami (Bawaslu), kan," kata dia.
"Pasti (calon anggota legislatif) akan mengajukan sengketa ke kami atas putusan KPU. Ini yang harus kami antisipasi," Abhan menambahkan.
Di sisi lain, Abhan memastikan Bawaslu telah siap menerima sengketa para calon anggota legislatif yang "ditolak" akibat tidak memenuhi syarat KPU yang melarang mantan narapidana korupsi.
Sebelumnya, KPU menganggap Peraturan PKPU yang melarang narapidana kasus korupsi sah dan berlaku meski tidak diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, aturan tersebut resmi berlaku seiring dengan diumumkannya ke publik.
Larangan tersebut diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
"Bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi," bunyi Pasal 7 Ayat (1) huruf h PKPU yang ditetapkan oleh Ketua KPU RI Arief Budiman tertanggal 30 Juni 2018 tersebut.
Sedangkan, Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai bahwa PKPU itu sudah bisa diterapkan. Sebab, berbagai syarat proses penyusunan PKPU telah dipenuhi oleh KPU sebagai penyelenggara Pemilu.
Bivitri menilai, jika ada pihak yang keberatan dengan PKPU tersebut, maka dapat mengajukan gugatan uji materi ke Mahkamah Agung.
"Kalaupun ada hal-hal yang perlu diperbaiki konteksnya bukan dalam pengundangan. Tapi konteks lainnya, pengujian lewat Mahkamah Agung," kata Bivitri.
https://nasional.kompas.com/read/2018/07/02/06322071/bawaslu-semua-paham-parlemen-tak-diisi-mantan-korupsi-tetapi