Bung Karno, demikian ia biasa disapa, pada sidang BPUPKI 1 Juni 1945, melontarkan gagasannya kepada anggota sidang soal Pancasila.
Mengingat Soekarno dan Pancasila juga mengingatkan sebuah daerah di Indonesia Timur, Ende. Ya, di Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur, Bung Karno merenungkan Pancasila.
Saat itu, ia dalam masa pengasingan, pada 1934-1939.
Pergerakan Soekarno dan beberapa rekannya dianggap berbahaya oleh Belanda. Hal ini membuat Belanda kembali mengasingkan Bung Karno setelah sebelumnya keluar dari penjara Sukamiskin.
Belanda sengaja membuang Soekarno ke tempat yang jauh agar bisa memutus hubungan dengan para loyalisnya.
Di Ende, Soekarno dan istrinya Inggit Garnasih, Ratna Djuami (anak angkat), serta mertuanya, Ibu Amsi, menempati rumah Abdullah Ambuwawu.
Selama di pengasingan, kehidupan Soekarno sangat sederhana.
Sebagai seseorang yang diasingkan, Bung Karno hanya sedikit memiliki akses untuk berkorespondensi. Keadaan ini membuat Soekarno tertekan.
Namun, ia tak patah arang. Soekarno justru bisa berpikir lebih dalam tentang banyak hal.
Dia mulai mempelajari lebih jauh soal agama Islam, hingga belajar pluralisme dengan bergaul bersama pastor di Ende.
Aktivitas Soekarno lainnya, melukis hingga menulis naskah drama pementasan.
Di sekitar lokasi pengasingannya, terdapat sebuah taman. Di taman inilah Bung Karno banyak merenung, di bawah sebuah pohon sukun. Salah satu hasil perenungannya adalah Pancasila.
Kini, taman ini dikenal dengan Taman Renungan Bung Karno atau sering disebut Taman Renungan Pancasila. Lokasinya di Kelurahan Rukun Lima.
Sementara, pohon sukun yang ada di Tamman Renungan Bung Karno disebut Pohon Pancasila. Pohon yang ada saat ini adalah pohon yang ditanam pada 1981, karena pohon yang asli sudah tumbang sejak 1960.
Saat ini, kawasan Taman Renungan Soekarno dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan kreasi seni dan budaya, serta diskusi.
https://nasional.kompas.com/read/2018/06/01/06450021/ende-tempat-soekarno-merenungkan-pancasila