Salin Artikel

PSHK: Pengembalian Uang Korupsi Tak Bisa Hilangkan Pidana

Unsur korupsi terpenuhi jika ada perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.

Ia tak sepakat dengan pernyataan Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto yang menyebut pejabat yang terindikasi korupsi bisa lolos dari jeratan hukum asal mengembalikan uang yang dikorupsi.

"Ada atau tidak ada pengembalian kerugian negara, sepanjang ada perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, maka delik itu terpenuhi," ujar Miko kepada Kompas.com, Jumat (2/3/2018).

Hal tersebut diatur dalam Pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi yang menyebutkan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghilangkan pertanggungjawaban pelaku tindak pidana korupsi.

Miko mengatakan, semestinya nota kesepahaman antara Kementerian Dalam Negeri, Polri, dan Kejaksaan Agung diselaraskan dengan undang-undang yang ada agar tidak bertentangan.

"Terlebih nota kesepahaman bukan merupakan dasar hukum yang dapat dirujuk secara legitimate," kata Miko.

Miko menambahkan, dalam MoU itu, ketiga pihak menyasar pelanggaran administrasi. Namun, dalam praktiknya, akan sulit membedakan mana pelanggaran administrasi dan mana pelanggaran pidana.

Termasuk pelanggaran administrasi yang berkaitan erat dengan pelanggaran pidana.

Oleh karena itu, kata Miko, indikatornya sebaiknya pada bukti permulaan yang cukup untuk ditingkatkan menjadi penyidikan atau tidak.

"Dengan kata lain, prosedurnya dikembalikan pada peradilan pidana," kata dia.

Kementerian Dalam Negeri bersama dengan Kejaksaan Agung, Polri dan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) sebelumnya menandatangani kesepakatan bersama dalam penanganan aduan korupsi di daerah.

Kabareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto mengungkapkan, dalam kesepakatan tersebut, oknum pejabat pemerintahan daerah yang terindikasi melakukan korupsi bisa dihentikan perkaranya jika mengembalikan uang yang dikorupsinya.

"Kalau masih penyelidikan kemudian si tersangka mengembalikan uangnya, kami lihat mungkin persoalan ini tidak kita lanjutkan ke penyidikan," kata Ari di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (28/2/2018).

Namun demikian, penghentian perkara dilakukan sesuai dengan mekanisme yang telah disepakati. Polri atau Kejaksaan Agung terlebih dahulu berkoordinasi dengan APIP untuk melakukan penelitian di internal pemerintahan daerah yang terindikasi korupsi.

Jika APIP hanya menemukan indikasi pelanggaran administrasi maka akan ditangani di internal kelembagaan.

Sebaliknya, apabila ditemukan unsur tindak pidana, maka aparat hukum menindaklanjutinya.

"Kalau memang itu pelanggaran administrasi, akan ditindaklanjuti oleh APIP. Kalau memang tindak pidana, APIP akan menyerahkan ke APH, apakah itu nanti Kejaksaan atau Kepolisian," ujar Ari.

Namun demikian, kata dia, oknum pejabat daerah yang terindikasi melakukan tindak pidana korupsi dan berniat mengembalikan uang negara yang dikorupsi, maka Polri atau Kejagung bisa mempertimbangkan penghentian perkara yang bersangkutan.

Kabareskrim menambahkan, anggaran penanganan perkara korupsi di kepolisian kerapkali lebih tinggi dibandingkan kerugian negara dari korupsi dengan jumlah yang kecil.

Anggaran penanganan korupsi per perkara di kepolisian Rp 208 juta.

"Nah kalau yang dikorupsi Rp 100 juta negara kan tekor, nanti belum penuntutan berapa lagi, sampai dengan masa pemidanaan," ujar Ari.


https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/12005961/pshk-pengembalian-uang-korupsi-tak-bisa-hilangkan-pidana

Terkini Lainnya

Gerindra Akan Duetkan Kader dengan Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta

Gerindra Akan Duetkan Kader dengan Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta

Nasional
Bersinergi dengan IJN Malaysia, Holding RS BUMN Komitmen Tingkatkan Kualitas Pendidikan Kedokteran dan Kesehatan

Bersinergi dengan IJN Malaysia, Holding RS BUMN Komitmen Tingkatkan Kualitas Pendidikan Kedokteran dan Kesehatan

Nasional
Datang ke Papua, Wapres: Saya Ingin Pastikan Pembangunan Berjalan dengan Baik

Datang ke Papua, Wapres: Saya Ingin Pastikan Pembangunan Berjalan dengan Baik

Nasional
Tak Mau Asal Terima Tawaran Kelola Tambang, Muhammadiyah: Kami Ukur Kemampuan Dulu...

Tak Mau Asal Terima Tawaran Kelola Tambang, Muhammadiyah: Kami Ukur Kemampuan Dulu...

Nasional
Fraksi PDI-P Janji Bakal Kritis Sikapi Revisi UU Polri

Fraksi PDI-P Janji Bakal Kritis Sikapi Revisi UU Polri

Nasional
Muhammadiyah Tak Mau Tergesa-gesa Sikapi Izin Kelola Tambang untuk Ormas

Muhammadiyah Tak Mau Tergesa-gesa Sikapi Izin Kelola Tambang untuk Ormas

Nasional
Jokowi Resmikan Persemaian Mentawir di Kalimantan Timur

Jokowi Resmikan Persemaian Mentawir di Kalimantan Timur

Nasional
DPR Setujui Calvin Verdonk dan Jens Raven Berstatus WNI

DPR Setujui Calvin Verdonk dan Jens Raven Berstatus WNI

Nasional
Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo Dinilai Kurang Inklusif ketimbang Tim Transisi Era Jokowi

Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo Dinilai Kurang Inklusif ketimbang Tim Transisi Era Jokowi

Nasional
Buka Rapat Paripurna, Puan: 119 Anggota DPR Hadir, 172 Izin

Buka Rapat Paripurna, Puan: 119 Anggota DPR Hadir, 172 Izin

Nasional
Hari Ini, Polri Ekstradisi Buronan Paling Dicari di Thailand Chaowalit Thongduan

Hari Ini, Polri Ekstradisi Buronan Paling Dicari di Thailand Chaowalit Thongduan

Nasional
Jokowi Ungkap Biaya Pembangunan Kereta Cepat Lebih Murah Dibanding MRT

Jokowi Ungkap Biaya Pembangunan Kereta Cepat Lebih Murah Dibanding MRT

Nasional
Tantang Kepala Daerah, Jokowi: Tunjuk Jari Siapa yang Sanggup Bangun MRT dengan APBD?

Tantang Kepala Daerah, Jokowi: Tunjuk Jari Siapa yang Sanggup Bangun MRT dengan APBD?

Nasional
Kata Gerindra soal Pelibatan Partai Koalisi di Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran

Kata Gerindra soal Pelibatan Partai Koalisi di Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran

Nasional
Puji Penghijauan di Balikpapan dan Surabaya, Jokowi: Kota Lain Saya Tunggu ...

Puji Penghijauan di Balikpapan dan Surabaya, Jokowi: Kota Lain Saya Tunggu ...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke