Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Agung Sampurno mengatakan, pihaknya melakukan tiga langkah dalam mengatasi ancaman gangguan di sistem aplikasi antrean paspor.
Tiga langkah antisipasi itu terdiri dari jangka pendek, menengah, dan jangka panjang.
Untuk jangka pendek, Ditjen Imigrasi telah melaporkan kasus ribuan akun fiktif ini ke Badan Intelijen Negara (BIN), Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg), Cyber Crime Bareskrim Polri, dan diketahui pula oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Pihaknya menyerahkan kepada lembaga dan institusi berwenang itu untuk melakukan pelacakan atau penyidikan.
"Kita menyerahkan data kepada lembaga atau instansi keamanan tadi berdasarkan data. Data itu terdiri dari nama akun yang melakukan transaksi tidak wajar (akun fiktif), di mana satu akun mengajukan sampai ribuan kali (permohonan paspor)," kata Agung, di ruang Humas Ditjen Imigrasi, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (23/1/2018).
Agung melanjutkan, 72.000 akun fiktif yang kemarin ditemukan itu kini sudah di-blacklist. Akun yang sudah di-blacklist itu tidak dapat aktif kembali.
Dengan demikian, pihaknya dapat mengembalikan kuota agar dapat digunakan masyarakat dengan sebagaimana mestinya. Kemudian, tim Ditjen Imigrasi terus melakukan pemantauan setiap hari.
"Jadi, ketika tiba-tiba ada orang bisa mendaftar dalam hitungan detik 100 orang satu akun, ini kan patut dicurigai. Itu salah satu upaya jangka pendek," ujar Agung.
Kemudian jangka menengah, pihaknya sudah dalam tahap finishing meng-upgrade aplikasi dengan versi baru.
Rencananya aplikasi antrian paspor online itu akan didaftarkan di Google Playstore dan akan selesai pada Februari 2018.
Versi baru ini akan dilengkapi dengan fitur pengaman yang di antaranya mampu secara otomatis mengidentifikasi jika ada transaksi yang tidak wajar atau akun fiktif masuk.
"Nah, secara otomatis, nanti aplikasi itu akan melakukan penyaringan. Itu untuk jangka menengah," ujar Agung.
Kerja Sama dengan Bappenas
Langkah jangka panjangnya, pihaknya mengaku sudah menyelesaikan tahapan peremajaan hardware dan jaringan.
Dengan hardware baru dan jaringan yang ditambah, diharapkan performa aplikasi bisa lebih cepat. "Jadi masyarakat bisa dimudahkan dan aman," ujar Agung.
Dalam tahap ini pihaknya juga menjalin kerja sama dengan Bappenas. Bulan ini, pihaknya berencana membahas mengenai keamanan pelayanan publik dengan Bappenas.
Misalnya soal anggaran untuk aplikasi ini. Untuk menjalankan teknologi aplikasi ini menurut dia butuh sumber daya yang memadai sehingga perlu adanya anggaran.
Kemudian bersama Bappenas pihaknya juga membuat regulasi.
"Pentagon saja setiap hari diganggu, tapi kan mereka punya sumber daya yang bagus. Sementara kita juga harus memprotect, itu berarti harus diamankan dari segi regulasi juga diamankan dari segi personilnya," ujar Agung.
"Itu yang akan dibahas dengan Bappenas jangka panjang. Diharapkan upaya paralel ini dapat menyelesaikan," tambah dia.
Data Imigrasi sejak aplikasi antrean paspor online ini dilauncing Mei 2017 hingga Desember 2017, kata Agung, ada setengah juta lebih warga yang menggunakan aplikasi itu.
Tetapi, jumlah itu sempat menurun akibat serangan dari akun fiktif tersebut. Serangan tersebut membuat kepercayaan masyarakat menggunakan aplikasi ini menurun.
"Sehingga rating di play store itu dari 4,5 turun jadi 2,9 gara-gara masyarakat menganggap ini main-main. Dampaknya luar biasa, masyarakat dirugikan betul. Makanya enggak heran kalau polisi sangat sungguh-sungguh melakukan penelusuran," ujar dia.
https://nasional.kompas.com/read/2018/01/23/12320551/dibajak-72000-akun-fiktif-permohonan-paspor-online-ini-3-langkah-antisipasi