Salin Artikel

Inisiator Serikat Pekerja Pengangguran Karawang Gugat UU Ormas

Mereka menggugat Pasal 80A terkait pencabutan status badan hukum dan pembubaran ormas dalam undang-undang yang baru saja disahkan di DPR pada 24 Oktober 2017 dan belum bernomor.

Kuasa hukum pemohon, Muhammad Sahal mengatakan, hak konstitusional kliennya berpotensi dirugikan dengan adanya pasal tesebut, yakni dalam mendirikan sebuah ormas dan menjadi pengurus.

Sahal mempersoalkan mekanisme pembubaran ormas yang dilakukan tanpa melalui proses pengadilan. Dengan demikian, ia menilai ormas kliennya dapat dibubarkan secara langsung karena berunjuk rasa dan dianggap mengganggu ketertiban umum.

"Pembubaran ormas tanpa melalui due process of law oleh lembaga peradilan telah menyampingkan hukum sebagai asas negara Indonesia," ujar Sahal dalam sidang uji materi UU Ormas dengan agenda pemeriksaan pendahuluan di gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (27/11/2017).

Dalam permohonan gugatannya, Sahal membandingkan mekanisme pembubaran ormas dengan mekanisme pembubaran serikat pekerja dan partai politik.

Berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, pembubaran organisasi pekerja berbasis massa yang diduga bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, hanya bisa dibubarkan melalui pengadilan.

Begitu juga dengan pembubaran partai politik yang hanya bisa dilakukan melalui proses di Mahkamah Konstitusi, sesuai dengan UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

"Bahwa dengan mempertimbangkan dalil para pemohon, maka kami mohon Yang Mulia Majelis Hakim agar menyatakan Pasal 80A UU Ormas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," kata Sahal.

Seusai sidang, Muhammad Hafidz kembali menegaskan alasan dari permohonan tersebut.

Menurut dia, sebuah ormas berpotensi dibubarkan dengan tuduhan mengganggu ketertiban saat menggelar unjuk rasa.

Sementara, ormas yang dia bentuk, Serikat Pekerja Pengganguran Karawang, menampung aspirasi masyarakat yang tidak mendapatkan pekerjaan dan tidak menutup kemungkinan juga melakukan unjuk rasa.

"Yang tidak bekerja ini kan butuh satu organisasi. Dibentuklah teman-teman Karawang sebuah organisasi massa berbasis pekerja yang belum bekerja. Semua yang menganggu ketertiban umum kan bisa dibubarkan nanti gara- ini pengangguran, aksi bikin macet kan, hanya dianggap mengganggu ketertiban umum lho," ucapnya.

Sidang pemeriksaan pendahuluan tersebut dipimpin oleh hakim Anwar Usman, didampingi dua anggota majelis, yakni hakim I Dewa Gede Palguna dan Maria Farida.

Di akhir sidang hakim Palguna menyarankan pemohon untuk memperbaiki bukti dan argumentasi uji materi pasal yang digugat. Berkas perbaikan paling lambat diserahkan kembali ke MK dalam waktu 14 hari.

"Jelaskan bunyi norma pasal di UU Ormas yang diujikan sehingga merujuk jelas pada norma yang dianggap merugikan. Jelaskan rasionalitasnya mengapa anda merasa hak dasar pada pengujiannya merasa dirugikan," ujar Palguna.

https://nasional.kompas.com/read/2017/11/27/20575371/inisiator-serikat-pekerja-pengangguran-karawang-gugat-uu-ormas

Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke