Dalam rapat dengar pendapat umum (RPDU) kemarin, Panitia Khusus Hak Angket KPK mempertimbangkan untuk merekomendasikan meniadakan kewenangan penuntutan yang saat ini dimiliki KPK.
Melihat wacana pelemahan KPK yang berkembang di Pansus Angket KPK, Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama Satrya Langkun sangat menyayangkan pendapat DPR tersebut.
"Coba minta sama anggota DPR itu kembali ke dapil, tanyakan sama konstituennya, setuju enggak kalau kewenangan KPK dilemahkan?" kata Tama kepada Kompas.com, Selasa (5/9/2017).
Menurut Tama, korupsi di negara ini masih dalam kondisi yang genting. Setiap tahun, ada lebih dari 1.000 orang menjadi tersangka kasus korupsi.
Dia mengatakan, melemahkan KPK sama artinya dengan melemahkan usaha pemberantasan korupsi.
"Ini kan soal jenis kejahatannya. Korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa. Maka dari itu membutuhkan penanganan yang luar biasa juga," ujar Tama.
Tama juga mengatakan, dalam perkara korupsi, hanya KPK yang boleh melakukan supervisi dan bahkan melakukan ambil-alih perkara. Tetapi di luar perkara korupsi, tentu prioritas penanganan ada pada kepolisian dan kejaksaan.
Atas dasar itu, dia menegaskan bahwa tidak ada istilah tumpang tindih kewenangan antara KPK dan Kejaksaan.
"KPK butuh kewenangan penuntutan," ujar Tama.
Dalam RDPU di Pansus Angket KPK kemarin, salah satu alasan untuk meniadakan wewenang penuntutan adalah adanya tumpang tindih dengan kewenangan kejaksaan.
Selain itu, tidak ada lembaga antirasuah di negara-negara lain yang punya kewenangan paripurna seperti yang dimiliki oleh KPK.
Pandangan pansus ini juga didukung oleh Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) yang menyatakan, sebaiknya kewenangan penuntutan dikembalikan ke kejaksaan.
Namun hal ini dibantah Tama. Menurut dia, tidak benar jika dikatakan hanya di Indonesia, lembaga antirasuah yang memiliki kewenangan penuh, mulai dari penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan.
"Ada banyak KPK di negera lain yang memiliki kewenangan penuntutan. Negara lain seperti Argentina, Bangladesh, Filipina, Jamaika, Malaysia, Meksiko dan lain-lain, bisa nuntut," kata dia.
https://nasional.kompas.com/read/2017/09/05/20301331/icw-nilai-kpk-tetap-butuh-kewenangan-penuntutan