Kesadaran akan keberagaman dan hidup saling menghormati, merawat toleransi antar-sesama sangat tinggi.
Akan tetapi, menurut dia, toleransi yang sudah baik tersebut belakangan rusak karena perilaku elite politik.
"Laku politik kita belakangan ini bagi saya masuk pada level yang memuakkan bagi mereka yang merawat nalar sehat, karena cenderung destruktif dan merusak sendi-sendi rekatan kuat sosial antar kelompok, etnis dan Agama," ujar Dahnil, melalui keterangan tertulis kepada Kompas.com, Selasa (8/8/2017).
Laku politik rente yang menghalalkan segala cara dan mengabaikan kepentingan bersama, menurut Dahnil, telah merusak rekatan sosial di masyarakat.
Politisi menghalalkan segala cara untuk menang dan berkuasa. Makna toleransi dimonopoli sesuka dan sesuai selera kepentingan politik.
"Toleransi dijadikan alat politik, orang yang berbeda dan tidak setuju dan berbeda sikap politik distigmatisasi menjadi kelompok intoleran, demikian sebaliknya. Ada sebagian yang juga menggunakan agama sebagai alat politik bukan justru meninggikan etika," papar Dahnil.
Ia mengajak elite politik untuk berhenti memanfaatkan toleransi menjadi alat politik.
Menurut dia, toleransi harus bersifat autentik, melahirkan dialog dan saling hormat menghormati secara tulus, bukan basa-basi politik.
Para elite seharusnya meninggikan akhlak politik atau etika politik, bukan menghalalkan segala cara untuk menegasikan lawan politik.
"Politik yang menghalalkan segala cara melahirkan prilaku politisi yang minus etika dan akhlak. Menghadirkan Agama sebagai solusi bagi kehidupan sosial dan politik, sebagai perekat sosial bagi kehidupan berbangsa dan bernegara," ujar Dahnil.
https://nasional.kompas.com/read/2017/08/08/11570171/perilaku-elite-politik-dinilai-merusak-ikatan-sosial-masyarakat