Perubahan itu, khususnya pada poin penjatuhan sanksi pidana terhadap anggota ormas yang bermasalah dan melanggar hukum.
"Jika dalam operasionalisasi tugas-tugas kepolisian itu kemudian ditemukan ada pelanggaran yang dilakukan oleh organisasi massa, polisi harus memiliki dasar hukum yang tepat yang bisa digunakan untuk melakukan upaya penegakan hukum," ujar Martinus, di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Kamis (13/7/2017).
Dalam Undang-undang Ormas sebelumnya, tidak diatur pemidanaan anggota ormas yang bermasalah.
Baca: Jokowi Hormati Langkah HTI Gugat Perppu Ormas ke MK
Dengan adanya aturan tersebut, kata Martinus, polisi jadi lebih mudah menertibkan anggota organisasi yang dianggap tidak sesuai dengan dasar negara, yakni Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Polisi, kata Martinus, harus menjamin keamanan masyarakat tanpa harus terganggu gerakan ormas yang meresahkan.
"Sehingga mereka, masyarakat, dalam kegiatan sehari-hari tidak terganggu oleh kegiatan kegiatan organisasi massa, yang khususnya tidak sesuai dengan keutuhan NKRI, Pancasila, dan UUD 45," kata Martinus.
Perppu 2/2017 diumumkan oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto pada Rabu (12/7/2017) siang.
Baca: Sesuai Perppu, Mendagri dan Menkumham Berhak Cabut Izin Ormas
Perppu ini menghapus pasal yang menyebut bahwa pembubaran ormas harus melalui pengadilan. Pembubaran dengan cara pencabutan badan hukum bisa langsung dilakukan oleh pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri atau Menkumham.
Perppu ini dibuat setelah pemerintah sebelumnya mengumumkan upaya pembubaran ormas Hizbut Tahrir Indonesia yang dianggap anti-Pancasila.
https://nasional.kompas.com/read/2017/07/13/19150341/ada-perppu-polri-merasa-lebih-mudah-tindak-anggota-ormas-bermasalah