Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aiman Witjaksono
Jurnalis

Jurnalis

Setya Novanto Menjawab...

Kompas.com - 05/06/2017, 07:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

“Sejak belasan tahun lalu, sejumlah kasus hukum menyebutnya, tapi hingga saat ini, tak ada satupun yang berhasil menjeratnya.”

Ya, sejak tahun 2001 namanya disebut dalam sejumlah kasus korupsi. Di tahun itu namanya disebut pertama kali terkait kasus hak tagih piutang Bank Bali yang menyebabkan kerugian negara nyaris Rp 1 triliun dari total tagihan sebesar Rp 3 triliun.

Kasus Bank Bali masih menyisakan buron Djoko Tjandra yang juga merupakan bos Grup Mulia. Dalam dakwaan, jaksa menyebut nama Setya Novanto.

Belakangan kasus yang sempat memaksa Setya bolak-balik ke gedung Bundar Kejaksaan Agung berakhir dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Kasus lainnya adalah korupsi PON ke-12 Riau yang melibatkan Gubernur Riau Rusli Zainal. Rusli kini menjalani vonis 14 tahun dari Mahkamah Agung. Nama Setya disebut dalam dakwaan jaksa.

Setya dalam statusnya sebagai saksi melenggang dari kasus ini, sementara semua pihak yang terlibat sudah menjalani sidang di pengadilan.

Yang paling anyar, nama Setya kembali disebut jaksa di Pengadilan Tipikor dalam kasus E-KTP yang melibatkan dua terdakwa pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto. Setya disebut sebagai pihak yang mengatur pembagian uang bersama dengan Nazaruddin dan Andi Narogong.

Setya disebut menerima fee dari proyek KTP Elektronik sebesar Rp 574 miliar. Status Setya adalah saksi dan dicegah ke luar negeri hingga saat ini.

Peta peta politik berubah

Tak juga lekang dari ingatan soal kasus rekaman “papa minta saham” yang menghukum secara etika Setya Novanto karena bertemu di luar kapasitasnya sebagai Ketua DPR. Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) mengetuk palu di akhir 2015 silam.

Pada saat yang hampir bersamaan Kejaksaan Agung juga mengusut kasusnya secara hukum lewat pasal “permufakatan Jahat” terkait isi rekaman yang dianggap berpotensi merugikan keuangan negara.

Namun Setya Novanto tidak terima dan mengajukan perlawanan di Mahkamah Konstitusi (MK). Akhirnya, pada pertengahan tahun 2016 MK memutuskan bahwa rekaman tidak mengikat secara hukum.

Setya pun kembali menang.

Situasi berubah. Nama baik Setya dipulihkan. Ia juga berhasil merebut tampuk kepemimpinan Partai Golkar sebagai Ketua Umum periode 2016-2020. Kursi RI 6 alias Ketua DPR yang sempat ditinggalkan Setya karena kasus “papa minta saham” berhasil direbut kembali. Peta politik berubah seketika.

Sosok Setya yang bos besar

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com