Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Busyro Tak Yakin Kasus Novel Terungkap jika Hanya Ditangani Polisi

Kompas.com - 04/05/2017, 15:50 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi belum bisa menangkap pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, meskipun hari ini sudah memasuki hari ke-23. Peristiwa itu terjadi pada 11 April lalu.

Terkait hal itu, mantan pimpinan KPK Busyro Muqoddas meragukan jika kasus tersebut dapat terungkap tuntas.

"Kami tidak optimis kalau hanya ditangani oleh polisi. Bukan pesimis, tapi tidak optimis," ujar Busyro di gedung Komisi Yudisial, Jakarta, Kamis (4/5/2017).

Busyro menegaskan, sejak awal setelah peristiwa itu terjadi, dirinya bersama sejumlah pegiat antikorupsi menyarankan Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk tim investigasi gabungan yang terdiri dari unsur kepolisian, KPK, dan masyarakat sipil.

Tim tersebut diberikan batasan waktu dalam bekerja, sehingga terlihat progres pengungkapan kasusnya.

"Perkiraan saya kalau ini dibentuk dalam waktu 40 hari selesai. Mudah-mudahan 40 hari paling lama," kata Busyro.

Namun, menurut Busyro, sepertinya Presiden tidak merespons usulan tersebut. Jika teror yang menimpa Novel tidak diungkap cepat, maka dikhawatirkan akan ada ancaman serupa atau teror berbeda yang terjadi terhadap penyidik atau pimpinan KPK.

"Banyak yang khawatir kalau ini tidak sunguh-sungguh (diungkap) akan terjadi kasus lain lagi," kata Busyro.

"Entah yang lain mungkin bentuknya lain, seperti yang lain itu ada penyidik yang laptop-nya diambil paksa di taksi. Ini sudah teror dan tidak hanya Novel, tapi pegawai lainnya," ucap dia.

(Baca juga: Polisi Sudah Kantongi Banyak Informasi soal Penyerang Novel)

Saat ini, kondisi Novel dilaporkan mulai menunjukkan perkembangan yang lebih baik.

"Untuk mata sebelah kiri mulai tampak kornea hitam hidup, tapi lambat, karena pada mata kiri suplai darah dan oksigen baru mulai ada. Penumpukan kalsium pada selaput mata sebelah kiri ini mulai berkurang akibat penggunaan obat," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Rabu (3/5/2017).

(Baca juga: Hari ke-22, Seperti Apa Kondisi Mata Kiri Novel?)

Penyiraman air keras dilakukan oleh orang tidak dikenal seusai Novel melaksanakan shalat Subuh di Masjid Al-Ihsan dekat rumahnya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta.

Penyiraman itu diduga dilakukan oleh dua orang yang berboncengan dengan sepeda motor.

Novel Baswedan merupakan Kepala Satuan Tugas yang menangani beberapa perkara besar yang sedang ditangani KPK. Salah satunya adalah kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.

Beberapa waktu terakhir, Novel terlibat persoalan di internal KPK. Novel yang mewakili Wadah Pegawai KPK menolak secara tegas rencana agar Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) diangkat langsung dari anggota Polri yang belum pernah bertugas di KPK sebelumnya.

(Baca: Ini Alasan Pimpinan KPK Berikan SP2 untuk Novel Baswedan)

Kompas TV Terkait pengusutan kasus penyiraman air keras ke pinyidik senior KPK, Kompas Petang akan membahasnya dengan Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Argo Yuwono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com