Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PISA dan Daya Baca Bangsa

Kompas.com - 30/04/2017, 11:13 WIB

Oleh: Gufran A Ibrahim

Akhir 2016, Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD)— yang melaksanakan penilaian tiga tahunan atas budaya literasi 72 negara melalui Program for International Students Assessment—melansir indeks budaya literasi siswa antarbangsa.

Indeks literasi sains dan matematika siswa Indonesia naik cukup bermakna masing-masing 21 dan 11 poin: 382 poin pada 2012 menjadi 403 tahun 2015, serta 375 tahun 2012 dan 386 pada 2015. Indeks literasi membaca hanya naik satu poin: 396 pada 2012 dan 397 pada 2015.

Bukan teks tunggal

Apa sebab penaikan indeks literasi membaca lamban ketimbang sains dan matematika; juga ketimbang kemajuan membaca siswa bangsa lain peserta uji Program for International Students Assessment (PISA)?

Pertama, teks bacaan dalam uji PISA adalah multiteks dan berbasis komputer. Sajiannya begitu canggih. Isi dan struktur teksnya dalam tampilan beragam genre wacana dengan memadukan kata, kalimat, grafik, peta, dan ragaan yang dibentuk dalam tautan lintas-teks dengan siasat rujuk silang (cross-reference).

Untuk menukik ke kedalaman makna multiteks seperti ini, sedikitnya dibutuhkan dua kecakapan penting: (1) terampil menangkap makna yang tersaji dalam paragraf; dan (2) kecepatan mengemas tautan makna antarteks, antarteks dengan grafik, antarteks dan simbol, serta relasi makna antargrafik. Yang pertama berkaitan keluasan dan kedalaman penguasaan kosa kata, yang kedua berkelindan dengan keterampilan menggerakkan pandangan dan kecekatan jari.

Dengan tetap menjaga ingatan tentang temuan makna anaforik dalam ke-”sedang”-an jelajah teks, siswa harus mempersiapkan prediksi atas kemungkinan makna kataforik yang akan dijumpai pada informasi dan teks tertaut. Artinya, pergerakan mata bukan pergerakan fisik semata, melainkan juga kekuatan ingatan pada bagian teks yang dilewati. Tentu saja, di atas dua kecakapan kinestetik ini, dipersyaratkan keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Kedua, jika hanya terbiasa berhadapan dengan teks tunggal di sekolah, yaitu teks hanya rangkaian paragraf, siswa kita akan kesulitan luar biasa menghadapi teks ragam genre dalam kemasan multimedia. Siswa yang hanya terbiasa membaca sebagai ”cara menyandikan kembali lambanglambang ortografi secara diam atau nyaring” akan ”kewalahan” menghadapi teks kompleks yang disodorkan uji PISA.

Apabila siswa kita tak menjadikan membaca sebagai aktivitas harian, di sekolah ataupun di rumah, kepayahan akan menghadang saat menghadapi rumitnya struktur fisik dan kedalaman makna multiteks dalam kemasan multimedia. Apalagi jika siswa membaca hanya kalau ada tugas sekolah. Belum lagi pembelajaran di kelas yang tidak mendorong strategi membaca yang variatif dan eksploratif serta inovasi model membaca yang mengenalkan keragaman genre teks.

Kalau benar siswa yang jadi sasaran uji PISA tak terbiasa mengenali dan membaca teks kompleks, maka gagal paham atas ”rimba” semantik multiteks sebenarnya bersumber dari persoalan yang sederhana tapi mendasar dalam belajar, yaitu ihwal ”kebiasaan” dan ”kebisaan”.

Kalau saja belajar didefinsikan secara sederhana sebagai aktivitas psikokognitif siswa ”membiasakan” tindakan pemerolehan pengetahuan-kecakapan-keterampilan, maka kepandaian dan kesuksesan menukik ke kedalaman teks-teks multigenre-multimedia dan menangkap spektrum maknanya hanya akan bisa dibentuk melalui ”pembiasaan” mengenali dan membaca teks-teks tersebut. Jika kelas di sekolah hanya bisa dan biasa membelajarkan membaca teks-teks tunggal dan sederhana yang nir-inovasi, siswa hanya akan bisa mencapai kepandaian setingkat itu: kemampuan baca paling dasar.

Ada tiga hal penting terkait daya baca, yaitu kemampuan menukik ke kedalaman teks, ketahanan menjaga fokus, dan pemeliharaan nalar untuk terus mengikuti bangun-struktur teks, terus mengenali keragaman tipologi dan kompleksitas teks. Tiga-tiganya memberi kontribusi pada efisiensi pemanfaatan waktu uji dan keberhasilan menukik ke kedalaman teks kemudian menangkap makna bacaan.

Kalau saja benar bahwa gagal paham atas multiteks karena soal ketaksabaran, ketidakcermatan, dan dangkalnya pengalaman membaca siswa, maka upaya pengecekan terhadap sebab-sebab ketumpulan (bu-)daya literasi membaca itu harus dikembalikan ke sekolah. Terkait ini, pertanyaan penting perlu diajukan. Seberapa sering siswa menyelesaikan tugas sekolah dengan membiasakan diri membaca? Seberapa luas pengalaman mereka mengenali ragam teks, teks sederhana hingga yang kompleks? Seberapa sering guru mendorong pembiasaan membaca. Lalu, bagaimana guru memberi model membaca, mengenalkan genre dan ”rimba” teks?

Ada dua cara penting untuk meningkatkan budaya literasi membaca. Tentu tak sekadar untuk kepentingan penilaian PISA, tetapi yang paling penting adalah memastikan pelaksanaan pelajaran membaca benar-benar dibangun untuk membentuk daya baca. Pertama, menemu-kenali sebab-sebab terdalam mengapa siswa kurang sabar dan kurang cermat saat berhadapan dengan teks yang panjang dan dalam uji PISA. Kedua, kita merumus- ulang paradigma pembelajaran membaca, tidak banyak melalui mata pelajaran bahasa (Indonesia dan Inggris), tetapi menyusun model pembelajaran membaca bagi seluruh mata pelajaran.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pimpinan Komisi II Kritik Putusan MA, Aturan Tak Bisa Diutak-atik demi Kepentingan Pihak Tertentu

Pimpinan Komisi II Kritik Putusan MA, Aturan Tak Bisa Diutak-atik demi Kepentingan Pihak Tertentu

Nasional
Pekan Depan, KPK Panggil Sekjen PDI-P Jadi Saksi Kasus Harun Masiku

Pekan Depan, KPK Panggil Sekjen PDI-P Jadi Saksi Kasus Harun Masiku

Nasional
Pimpinan Otorita IKN Mundur, Posisi Ridwan Kamil Disinggung

Pimpinan Otorita IKN Mundur, Posisi Ridwan Kamil Disinggung

Nasional
Belum Terjual, Mobil Rubicon Mario Dandy Turun Harga Jadi Rp 600 Juta

Belum Terjual, Mobil Rubicon Mario Dandy Turun Harga Jadi Rp 600 Juta

Nasional
Diduga Ada Tekanan Bikin Pucuk Pimpinan Otorita IKN Mundur

Diduga Ada Tekanan Bikin Pucuk Pimpinan Otorita IKN Mundur

Nasional
Pimpinan Otorita IKN Mundur Diduga Akibat Target Kurang Realistis

Pimpinan Otorita IKN Mundur Diduga Akibat Target Kurang Realistis

Nasional
Pengusaha UEA Puji IKN, Jokowi: Saya Enggak Suka Pujian, tapi Kepastian Investasi

Pengusaha UEA Puji IKN, Jokowi: Saya Enggak Suka Pujian, tapi Kepastian Investasi

Nasional
Di Papua, Wapres Harap Program Provinsi dan Kabupaten Terkoordinasi

Di Papua, Wapres Harap Program Provinsi dan Kabupaten Terkoordinasi

Nasional
Gerindra Sebut Kaesang 'Smart', Bukan Sekadar Anak Presiden

Gerindra Sebut Kaesang "Smart", Bukan Sekadar Anak Presiden

Nasional
Kelakar ke Bobby Nasution, Waketum PKB: 'Insya Allah' Lulus Cagub Sumut

Kelakar ke Bobby Nasution, Waketum PKB: "Insya Allah" Lulus Cagub Sumut

Nasional
Hasto PDI-P Diperiksa Polisi, Gerindra: Hadapi Saja, Jangan Cemen

Hasto PDI-P Diperiksa Polisi, Gerindra: Hadapi Saja, Jangan Cemen

Nasional
Puan Minta Pemerintah Transparan soal Mundurnya Pimpinan Otorita IKN

Puan Minta Pemerintah Transparan soal Mundurnya Pimpinan Otorita IKN

Nasional
Jokowi 'Groundbreaking' Astra Biz Center dan Nusantara Botanical Garden di IKN

Jokowi "Groundbreaking" Astra Biz Center dan Nusantara Botanical Garden di IKN

Nasional
Punya Bukti, KPK Yakin Hakim Tolak Gugatan Praperadilan Gus Muhdlor

Punya Bukti, KPK Yakin Hakim Tolak Gugatan Praperadilan Gus Muhdlor

Nasional
Kejagung Limpahkan 2 Tersangka Kasus Korupsi Timah ke Kejari Jaksel

Kejagung Limpahkan 2 Tersangka Kasus Korupsi Timah ke Kejari Jaksel

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com