JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengucapkan terima kasih kepada Mahkamah Agung atas terbitnya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi.
"KPK berterima kasih kepada MA. Perma itu penting untuk pemberantasan korupsi. Bukan hanya untuk KPK, tapi juga Jaksa dan Kepolisian," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu (28/12/2016).
Menurut Febri, dengan terbitnya Perma 13/2016, penegak hukum dan hakim di pengadilan memiliki standar dalam menangani indikasi korupsi yang melibatkan korporasi.
Selain itu, lanjut Febri, penegak hukum dapat menelisik lebih jauh indikasi korupsi yang melibatkan perorangan sekaligus korporasi.
"Pertanyaan yang lebih mendasar apakah korporasi diuntungkan dari kejahatan tersebut. Dari sana ditentukan apakah orang saja atau korporasi juga," ucap Febri.
Febri menyebutkan, korporasi memiliki kewajiban membentuk lingkungan pengendalian secara internal.
Hal itu, lanjut dia, diperlukan bagi perusahaan agar tidak begitu saja menyetujui tindak pidana korupsi secara korporasi.
Jika iklim pengendalian internal korporasi telah terbentuk, Febri menilai kondisi itu akan berimbas pada sehatnya iklim bisnis di Indonesia.
"Pemberantasan korupsi bukan lagi menangkap orang tapi pengembalian keuangan negara, membentuk lingkungan bisnis yang sehat, dan pengembangan ekonomi. Ini yang penting," ujar Febri.
Ketua MA Hatta Ali sebelumnya menjelaskan, Perma 13/2016 mengatur soal jika sebuah korporasi diduga melakukan tindak pidana, penegak hukum meminta pertanggungjawaban hukum kepada seseorang yang tercatat pada akta korporasi sebagai penanggung jawab korporasi itu.
(Baca: MA Keluarkan Perma 13/2016, Ini Sanksi bagi Korporasi yang Terlibat Tindak Pidana)
Misalnya, direktur utama atau dewan direksi. Sementara, kepada koorporasi itu sendiri, hanya dikenakan denda sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
"Korporasi tidak dikenakan hukuman badan. Coba bayangkan sebuah badan hukum, perusahaan, misalnya, dikenakan hukuman badan. Tidak mungkin ada perusahaan dikenakan hukuman badan. Jadi hanya denda saja," ujar dia.
Namun, jika korporasi itu tidak sanggup membayar denda yang dikenakan, maka aparat berhak menyita aset korporasi itu sebagai ganti kerugian negara yang ditimbulkan akibat tindak pidananya untuk kemudian dilelang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.