Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Novanto Evaluasi Kebijakan Pemangkasan Reses dan Kunker Luar Negeri

Kompas.com - 01/12/2016, 17:12 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPR Setya Novanto berencana mengumpulkan Pimpinan DPR dan fraksi secara rutin, minimal satu bulan sekali.

Novanto ingin membahas dan mengkaji sejumlah kebijakan di DPR. Tak terkecuali kebijakan-kebijakan yang dibuat di era Ade Komarudin, mantan Ketua DPR yang digantikan Novanto.

Kebijakan yang bakal dikaji lagi antara lain terkait pembatasan kunjungan kerja luar negeri anggota dewan dan pemangkasan masa reses.

(Baca: DPR Disarankan Moratorium Kunjungan Kerja yang Tak Bermanfaat)

"Ya (evaluasi). Tentu yang terbaik untuk rakyat akan kami ikuti," kata Novanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (1/12/2016).

Ia menambahkan, dirinya langsung memimpin rapat pada Rabu (30/11/2016) malam seusai resmi jadi Ketua DPR.

Novanto menegaskan, mengenai aturan kunker maupun masa reses, akan disesuaikan dengan tata tertib dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

"Kunker akan kami jalankan karena itu tugas DPR yang harus dilakukan sebaik-baiknya untuk perbaikan dan evaluasi kita," kata dia.

(Baca: Reses dan Kunker Dikurangi, DPR Optimis Kinerja Legislasi Lebih Baik)

Pengurangan masa reses hingga kunjungan ke luar negeri ini digagas Ade Komarudin demi meningkatnya kinerja DPR di bidang legislasi.

Selama satu tahun lebih kepemimpinan Setya Novanto, DPR hanya berhasil mengesahkan tiga undang-undang.

Kompas TV Tantangan Novanto Yang Kembali Jadi Ketua DPR

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com