JAKARTA, KOMPAS.com — Politisi senior Partai Golkar, Muladi, menilai tepat jika Golkar kembali menunjuk Setya Novanto untuk duduk di kursi ketua DPR.
Menurut Muladi, langkah tersebut bisa difungsikan sebagai rehabilitasi dan pengembalian hak karena Novanto tak dinyatakan bersalah dalam kasus dugaan permufakatan jahat.
Ia meyakini, langkah yang diambil Partai Golkar tersebut bukan untuk melukai Ade Komarudin atau pihak mana pun, melainkan untuk penegakan hukum.
(Baca: Golkar: Novanto Kembali Jadi Ketua DPR agar Masyarakat Tahu Dia Benar, Tidak Salah)
"Jadi Pak Akom (Ade Komarudin) ya dia harus legawa. Nanti posisinya dia di mana, itu perlu dipikirkan," kata Muladi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/11/2016).
Namun, ia meminta pergantian melalui tahapan atau prosedur pengembalian jabatan yang sesuai dengan mekanisme di DPR.
Muladi meyakini, langkah tersebut tak akan ditolak fraksi-fraksi lain mengingat apa yang diambil Golkar dinilainya benar.
"Yang penting itu harus dilakukan sesuai prosedur. Artinya melalui suatu mekanisme yang ada di DPR ini bagaimana. Jangan sampai salah," tuturnya.
Partai Golkar kembali mewacanakan akan mengembalikan kursi ketua DPR RI kepada Setya Novanto.
Keputusan tersebut telah diputuskan pada rapat pleno DPP Partai Golkar. Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid mengatakan, keputusan ini diambil dengan mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi terkait kasus "Papa Minta Saham" yang menyeret nama Novanto.
(Baca: Golkar Wacanakan Setya Novanto Kembali Jadi Ketua DPR)
Keputusan MK tersebut dikuatkan dengan keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI yang tidak pernah menjatuhkan hukuman untuk Novanto.
"Sudah bulat. Tinggal tunggu waktu melihat perkembangan politik ke depan," ujar Nurdin, saat dihubungi, Senin.