JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat etika dan komunikasi politik, Benny Susetyo, mengatakan, para calon kepala daerah yang akan bertarung pada Pilkada 2017 saling adu gagasan terkait program yang akan diusungnya untuk kemajuan daerah.
Adu gagasan dinilai Benny jauh lebih baik daripada saling menyerang.
Ia menyoroti penggunaan isu terkait suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) menjelang Pilkada 2017.
"Kita dianggap bodoh dengan adanya isu SARA. Kita ingin calon pemimpin beradu gagasan agar semakin berbudaya," ujar Benny, dalam sebuah diskusi di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta, Jumat (14/10/2016).
Benny mengatakan, penggunaan isu SARA karena partai politik saat ini kehilangan ideologi.
"Pasca reformasi tahun 1998 partai politik kehilangan ideologi dan bertumpu pada citra seorang tokoh. Maka, kegiatan partai bertumpu pada personal," kata Benny.
Sementara, pematangan gagasan yang tertuang dalam visi misi dan program merupakan hal yang sulit dan menghabiskan banyak biaya.
Sedangkan penggunaan isu SARA lebih mudah dan murah.
"Cost yang murah ya SARA karena itu menyentuh emosi masyarakat. Kampanye hitam itu menjatuhkan lawan politik tanpa harus keluarkan biaya besar," ujar Benny.
Ia mengingatkan, para calon kepala daerah dapat belajar dari pendiri bangsa terkait etika politik, khususnya dalam kampanye pemilu.
Menurut Benny, pada pemilu pertama yang berlangsung tahun 1955, banyak partai dengan latar belakan agama.
Namun, saat itu, tidak ada yang menggunakan isu SARA.
"Saat pemilu tahun 1955, gagasan yang dikedepankan. Karena partai punya ideologi. Ada yang dukung buruh, petani, nelayan, kelas menengah," kata Benny.
Menurut Benny, partai politik merebut hati masyarakat dengan beradu berbagai program. Tak hanya itu, lanjut Benny, perdebatan juga terjadi setelah pemilu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.