Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politisi PAN: Indonesia Belum Darurat Terorisme, Tak Perlu Pasal "Guantanamo"

Kompas.com - 14/10/2016, 10:24 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang-undang (UU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Hanafi Rais menyatakan Indonesia belum masuk negara dengan kategori darurat terorisme.

Oleh sebab itu, Hanafi menilai, RUU Terorisme harus disusun seproporsional mungkin agar tak menabrak prinsip-prinsip hukum yang sah.

Salah satunya terkait prosedur penahanan yang semestinya dibuat sewajar mungkin.

"Melihat Pasal 43 A dalam draf revisi RUU Terorisme dari pemerintah seolah menunjukan Indonesia sedang krisis dan darurat terorisme, padahal kan tidak," kata Hanafi usai mengikuti rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/10/2016) malam.

Dalam Pasal 43 A seorang terduga teroris diperbolehkan dibawa penyidik untuk ditahan selama maksimal enam bulan di tempat tertentu guna dimintai keterangan.

Karena itu, Pasal 43 A dalam draf revisi RUU Terorisme dikenal dengan pasal guantanamo. Hal itu merujuk pada nama penjara milik Amerika Serikat di wilayah Kuba.

 

Di tempat itu pada tahun 2002, diketahui ratusan orang ditangkap dan disembunyikan karena diduga terkait jaringan teroris.

Putra Amien Rais itu menambahkan Indonesia belum perlu pasal itu.

Menurutnya dengan mekanisme pelaksanaan hukum yang proporsional tentu pemberantasan terorisme di Indonesia juga akan berjalan kondusif.

Politisi Partai Amanat Nasional itu menuturkan dengan perspektif yang proporsional dalam pemberantasan terorisme, tentu RUU terorisme juga akan memberi porsi pada aspek pencegahan, sehingga meminimalisasi penyebaran radikalisme yang menjadi benih awal.

"Intinya tidak bisa semena-mena juga, kita tidak seperti di Suriah dan negara Timur Tengah lainnya yang memang darurat terorisme," lanjut Hanafi.

Sebelumnya, Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) Salman Luthan mengusulkan agar Pasal 43 A dalam draf revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dihapus.

(Baca: MA Minta "Pasal Guantanamo" dalam Draf Revisi UU Terorisme Dihapus)

Pasal ini dianggap memiliki banyak celah untuk penyalahgunaan wewenang.

Menurut dia, dalam sistem demokrasi, seharusnya hukum diatur dengan prinsip demokrasi.

Keberadaan Pasal 43 A dalam draf RUU Terorisme dianggapnya kembali ke era otoritarian.

Dalam proses penahanan, sekalipun pada kasus terorisme, sudah termasuk dalam tindak pidana khusus.

Kompas TV Pengaruh Terorisme Melalui Media Sosial-Satu meja
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com