Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Hukum di Indonesia Telah Adil Pun Hukuman Mati Tetap Dinilai Tak Layak

Kompas.com - 09/10/2016, 20:45 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesian Legal Rountable, Erwin Natosmal Oemar, mengatakan bahwa hukuman mati tidak layak untuk diterapkan, walaupun jika nantinya sistem peradilan di Indonesia telah memperlihatkan adanya keadilan.

"Meski tidak ada lagi korban peradilan yang sesat (unfair trial), hukum mati tetap bertentangan karena melanggar konstitusi," kata Erwin di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, Minggu (9/10/2016).

Erwin menuturkan, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR) yang telah disahkan dengan UU 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan ICCPR.

Selain itu, kata dia, hak hidup seseorang tidak bisa dikesampingkan dalam kondisi apapun.

Menurut Erwin, adanya peradilan yang sesat dalam bentuk berbagai penyimpangan diindikasi terjadi dalam proses peradilan terpidana mati.

Penyiksaan dan intimidasi, dicurigai Erwin merupakan bagian dari penyidikan yang melekat dalam praktik hukuman mati di Indonesia.

"Ini terindikasi dari pengakuan sejumlah terpidana mati yang mengalami tekanan, kekerasan fisik, dan psikis yang dikaukan oleh penyidik," ucap Erwin.

Erwin mencontohkan perlakuan yang dialami oelh Zulfiqar Ali. Warga negara Pakistan itu ditangkap pada 21 November atas dakwaan kepemilikan 300 gram heroin.

Menurut Erwin, Zulfiqar disekap, disiksa, dan diancam dibunuh agar menandatangani pengakuan.

"Dia harus dirawat di rumah sakit akibat penyiksaan itu," ujar Erwin.

(Baca juga: Praktik "Unfair Trial" Membuat Proses Hukuman Mati di Indonesia Cacat Hukum)

Kompas TV Maju Mundur Hukuman Mati - Berkas Kompas Episode 231 Bagian 3
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com