Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Kelanjutan Kasus Dugaan Pemufakatan Jahat Setya Novanto, Kejagung Kaji Putusan MK

Kompas.com - 07/09/2016, 19:51 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung akan mengkaji putusan Mahkamah Konstitusi terkait gugatan Mantan Ketua DPR, Setya Novanto terhadap Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan UU Tindak Pidana Korupsi.

Kajian tersebut akan jadi acuan untuk menentukan langkah hukum terhadap penyelidikan kasus pemufakatan jahat yang menyeret nama Setya Novanto. 

MK mengabulkan sebagian uji materi Pasal 5 Ayat 1 dan Ayat 2 serta Pasal 44 huruf b UU ITE yang diajukan Novanto. (Baca: MK Terima Sebagian Gugatan UU ITE yang Diajukan Setya Novanto)

Dalam putusannya, majelis menyatakan, pemberlakuan penyadapan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu atas permintaan penegak hukum sebagaimana diatur dalam UU ITE.

MK juga mengabulkan sepenuhnya uji materi atas Pasal 15 UU Tipikor yang diajukan Novanto. (Baca: MK Kabulkan Gugatan Setya Novanto Terkait Tafsir "Pemufakatan Jahat")

MK menyatakan istilah pemufakatan jahat adalah bila dua orang atau lebih yang mempunyai kualitas yang sama saling bersepakat melakukan tindak pidana. 

Sementara di Pasal 15 UU Tipikor menyebut bahwa setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.

Frasa "pemufakatan jahat" dalam pasal ini mengacu pada Pasal 88 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

MK berpendapat, Pasal 88 KUHP yang diacu oleh Pasal 15 tak merinci pengertian "pemufakatan jahat".

Adanya putusan MK tersebut sedianya berpengaruh pada kelanjutan proses penyelidikan kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo-Wapres Jusuf Kalla terkait permintaan saham Freeport yang saat ini ditangani Kejagung.

Kasus yang terkenal dengan sebuta "papa minta saham" itu diduga kuat terdapat unsur pemufakatan jahat.

"Masih perlu mendalami keputusan MK, belum bisa berkomentar, kami masih perlu mendalaminya," ujar kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung M rum, saat dihubungi, Rabu (7/9/2016).

Seperti diketahui, Novanto tersangkut masalah dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo-Wapres Jusuf Kalla terkait permintaan saham Freeport.

Saat itu, Novanto masih menjabat sebagai Ketua DPR. Kontrak perpanjangan sedianya dilakukan oleh Menteri ESDM dengan pihak Freeport.

Hal itu terungkap dalam rekaman percakapan antara Setya Novanto, Presiden Direktur PT Freeport ketika itu, Maroef Sjamsoeddin, dan pengusaha Muhammad Riza Chalid.

Pertemuan itu direkam oleh Maroef. Rekaman itu kemudian diserahkan ke Kejaksaan Agung untuk kepentingan penyelidikan dugaan adanya permufakatan jahat.

Namun, pengusutan kasus tersebut tidak berjalan dengan alasan penyidik Kejaksaan tidak bisa meminta keterangan Riza.

Kompas TV Dugaan Pemufakatan Jahat oleh Setnov Sudah Mulai Terbukti

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPU Tak Masalah Caleg Terpilih Dilantik Belakangan Usai Kalah Pilkada

KPU Tak Masalah Caleg Terpilih Dilantik Belakangan Usai Kalah Pilkada

Nasional
Zulhas: Katanya PAN Cuma Bisa Joget-joget, Eh Capres yang Menang Bisa Joget

Zulhas: Katanya PAN Cuma Bisa Joget-joget, Eh Capres yang Menang Bisa Joget

Nasional
Prabowo Bilang Ada Partai Klaim Sosok Bung Karno, Budiman Sudjatmiko: Bukan Diskreditkan PDI-P

Prabowo Bilang Ada Partai Klaim Sosok Bung Karno, Budiman Sudjatmiko: Bukan Diskreditkan PDI-P

Nasional
Ketua KPU: Caleg Terpilih Tak Perlu Mundur jika Maju Pilkada 2024

Ketua KPU: Caleg Terpilih Tak Perlu Mundur jika Maju Pilkada 2024

Nasional
Zulhas dan Elite PAN Temui Jokowi di Istana, Mengaku Tak Bahas Kursi Kabinet

Zulhas dan Elite PAN Temui Jokowi di Istana, Mengaku Tak Bahas Kursi Kabinet

Nasional
Demokrat Tak Khawatir Jatah Kursi Menteri, Sebut Prabowo Kerap Diskusi dengan SBY

Demokrat Tak Khawatir Jatah Kursi Menteri, Sebut Prabowo Kerap Diskusi dengan SBY

Nasional
PAN Lempar Kode soal Jatah Menteri, Demokrat: Prabowo yang Punya Hak Prerogatif

PAN Lempar Kode soal Jatah Menteri, Demokrat: Prabowo yang Punya Hak Prerogatif

Nasional
Zulhas Bawa 38 DPW PAN Temui Jokowi: Orang Daerah Belum Pernah ke Istana, Pengen Foto

Zulhas Bawa 38 DPW PAN Temui Jokowi: Orang Daerah Belum Pernah ke Istana, Pengen Foto

Nasional
Golkar, PAN dan Demokrat Sepakat Koalisi di Pilkada Kabupaten Bogor

Golkar, PAN dan Demokrat Sepakat Koalisi di Pilkada Kabupaten Bogor

Nasional
Ajakan Kerja Sama Prabowo Disebut Buat Membangun Kesepahaman

Ajakan Kerja Sama Prabowo Disebut Buat Membangun Kesepahaman

Nasional
Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Nasional
Pusat Penerbangan TNI AL Akan Pindahkan 6 Pesawat ke Tanjung Pinang, Termasuk Heli Anti-kapal Selam

Pusat Penerbangan TNI AL Akan Pindahkan 6 Pesawat ke Tanjung Pinang, Termasuk Heli Anti-kapal Selam

Nasional
Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Nasional
Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Nasional
Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com