Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Turut Andil Banyaknya Warga Tak Miliki E-KTP

Kompas.com - 01/09/2016, 17:57 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti senior Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Sukamdi, mengatakan, permasalahan dalam perekaman data e-KTP tidaklah sederhana. Kata dia, perekaman data tidak semata inisiatif masyarakat dan petugas untuk jemput bola.

Terkadang, pemerintah juga turut andil di balik banyaknya masyarakat yang belum memiliki e-KTP.

"Beragam persoalan lain kerap dijumpai. Misalnya, alat rekam e-KTP yang rusak, minimnya ketersediaan blangko, hingga kualitas layanan yang diberikan petugas pencatatan administrasi kependudukan," kata Sukamdi dalam keterangan tertulis, Kamis (1/9/2016).

Sukamdi mengapresiasi langkah pemerintah yang mempermudah prosedur perekaman data dengan hanya membawa fotokopi kartu keluarga (KK) tanpa surat pengantar dari RT, RW, kelurahan, atau desa.

Meski demikian, tambah dia, aturan tersebut belum tentu diterapkan kabupaten/kota.

(Baca: Jika Belum Dapat E-KTP, Warga Harus Minta Surat Keterangan Pengganti Identitas)

Sukamdi menilai, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 471/1768/SJ untuk percepatan perekaman data e-KTP cenderung membingungkan.

Pasalnya, masyarakat diberi tenggat waktu perekaman data e-KTP sampai 30 September 2016. Mendagri juga memastikan tidak ada sanksi jika terlambat. Di sisi lain, warga diberi ancaman akan kesulitan mengakses layanan publik jika tak memiliki e-KTP.

Menurut Sukamdi, konsekuensi tersebut tidak bisa dibenarkan. Pasalnya, sebagian warga menghadapi persoalan akses karena tinggal di daerah perbatasan ataupun pedalaman. Ongkos transportasi yang dikeluarkan tidaklah sedikit.

(Baca: Tanpa E-KTP Terancam Tak Dapat Layanan Publik, Warga Diminta Segera "Input" Data)

"Harus diakui, proses merekam data hingga menjadikannya e-KTP masih bermasalah. Ini adalah PR pemerintah sehingga konsekuensi yang harus ditanggung warga akibat tenggat waktu tadi cenderung melanggar. Hak konstitusionalnya dihilangkan," ucap Sukamdi.

Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan, warga tetap bisa mengurus perekaman data KTP elektronik (e-KTP) pasca-tenggat waktu tanggal 30 September 2016.

Bagi warga yang telah mengurus perekaman e-KTP, tetapi kehabisan blangko, warga harus meminta surat keterangan pengganti identitas ke petugas pelayanan KTP di kecamatan/dinas kabupaten.

Surat keterangan pengganti identitas itu memiliki data yang sama dengan e-KTP, termasuk NIK tunggal.

Kompas TV Permintaan e-KTP Membludak
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com