KOMPAS.com - Politisi Partai Demokrat Ruhut Sitompul mempertanyakan pernyataan yang diungkap terpidana mati yang telah dieksekusi, Freddy Budiman dan Micheal Titus Ighweh, soal keterlibatan aparat hukum dalam jaringan narkoba.
"Bandar narkoba itu jago berbohong. Kalau aku tak percaya itu mereka ngomong," kata Ruhut di sela-sela kunjungan rombongan Komisi III DPR di Lapas Klas IIA Pekanbaru, Senin (1/8/2016).
Dia mengatakan, pernyataan terpidana mati Freddy Budiman yang disampaikan oleh koordinator Komisi untuk orang hilang dan korban tindak kekerasan (Kontras) Harris Azhar selalu menimbulkan tanda tanya.
(Baca: Kontras Ungkap "Curhat" Freddy Budiman soal Keterlibatan Oknum Polri dan BNN)
"Menyampaikan sesuatu kadang timbul tanda tanya. Mau bantu Kepolisian, BNN, Kejaksaan, Pengadilan. Waktu dua tahun lalu kenapa tidak disampaikan. Sudah meninggal baru disampaikan," ujar Ruhut.
Hal senada disampaikan Ruhut ke terpidana mati asal Nigeria, Micheal Titus. Sebelum dieksekusi mati bersama empat orang lainnya pada Jumat dinihari lalu (29/7), Titus sempat membuat rekaman suara.
Dalam rekaman itu, Titus menyampaikan dia adalah korban dari pejabat di Indonesia. Kemudian, dia juga mengatakan penegak hukum Indonesia tidak adil terhadap dirinya.
(Baca: Titus Tinggalkan Rekaman Suara Jelang Eksekusi Mati, Apa Isinya?)
Menurut Ruhut, pengakuan kedua orang itu tidak dapat dipercaya, sebab telah divonis bersalah oleh pengadilan karena kasus narkoba. Terlebih lagi, dampak narkoba sangat buruk bagi bangsa ini.
"Tiap hari 50 orang mati, bayangkan, 5 juta rusak gara-gara mereka. Jadi, kalau menurut saya perlu dieksekusi mati itu semua," ucapnya.
Sementara itu, Koordinator Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Julius Ibrani mengungkap sejumlah kejanggalan proses dan pelaksanaan eksekusi mati jilid III kali ini. Empat terpidana mati telah dieksekusi di Pulau Nusakambangan, Jawa Tengah.
Dia mengatakan, salah satu kejanggalan itu ialah jumlah terpidana yang dieksekusi, dari yang semula 14 orang menjadi empat saja.
(Baca juga: YLBHI Temukan Dugaan Penyimpangan Anggaran Eksekusi Mati)
Tentang kejanggalan proses eksekusi mati jilid III kali ini, Ibrani menilai pemerintah sengaja menutupi berbagai informasi, baik pada keluarga maupun pengacara, terutama soal nama-nama terpidana yang akan dieksekusi.
Selain itu, pemerintah tetap mengeksekusi terpidana mati yang telah dilindungi dalam pasal 13 UU Grasi, yakni Sack Osmane, Humprey Jefferson, dan Freddy Budiman.
Walau telah tewas dieksekusi, nama Budiman belakangan masih disebut-sebut terkait informasi langsung dia kepada Koordinator Kontras, Haris Azhar, sebelum dia dieksekusi.
Freddy membeberkan keterlibatan sejumlah pejabat dalam penyelundupan, peredaran, dan konsumsi narkoba selama bertahun-tahun.
(Fazar Muhardi dan Anggi Romadhoni/ant)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.