JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memutuskan sebagian harta milik mantan anggota DPR RI, Muhammad Nazaruddin, dirampas untuk negara.
Hal itu diputuskan dalam sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (15/6/2016).
Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kresno Anto Wibowo memperkirakan, harta yang dirampas untuk negara jumlahnya sekitar Rp 550 miliar.
Sementara, yang dikembalikan kepada Nazaruddin berkisar Rp 50 miliar dari total tuntutan sebesar Rp 600 miliar.
"Kami memang belum menghitung dan mendapatkan jumlah pasti. Tapi perhitungan secara kasar sekitar itu (Rp 550 miliar)," ujar Kresno, di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Menurut Kresno, jumlah harta yang disita untuk negara akan dihitung oleh Satgas Barang Bukti KPK.
Nantinya, proses eksekusi harta yang dirampas untuk negara akan dihitung secara rinci.
Majelis Hakim menjatuhkan vonis 6 tahun penjara terhadap Nazaruddin.
Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan.
Beberapa harta milik Nazaruddin yang diputuskan untuk dikembalikan yaitu, aset berupa sebidang tanah perkebunan kelapa sawit milik PT Panahatan di Bengkalis, Riau; sertifikat tanah dan rumah di Pejaten Barat; satu unit rumah di Alam Sutra, dan satu unit ruangan di Apartemen Taman Rasuna.
Selain itu, terdapat polis asuransi dan rekening Mandiri atas nama istri Nazaruddin, Neneng Sri Wahyuni.
Kemudian, sebuah jam tangan yang diminta untuk dikembalikan saat Nazaruddin membacakan nota pembelaan.
Menurut Hakim, beberapa harta tersebut beralasan secara hukum untuk dikembalikan.
Misalnya, beberapa harta tersebut sebenarnya dimiliki oleh orang lain, dan yang lainnya didapatkan sebelum Nazaruddin menjadi anggota DPR.
Sementara itu, sebagian besar harta yang dirampas untuk negara merupakan aset dalam bentuk saham.
Salah satunya, Nazaruddin membeli saham PT Garuda Indonesia sekira tahun 2011, menggunakan anak perusahaan Permai Grup.