JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana dari Universitas Diponegoro, Muladi, menganggap isu merebaknya paham komunis belakangan ini memicu reaksi berbeda di masyarakat.
Ada yang secara terbuka menyebarkan informasi dan mengenakan atribut Partai Komunis Indonesia.
Namun, kata dia, lebih banyak yang menentang bangkitnya aliran itu.
Hal tersebut akan memunculkan berbagai spekulasi di masyarakat.
Muladi mengatakan, harus ada penyatuan pandangan antara penegak hukum dengan masyarakat mengenai paham komunis.
"Kami menyarankan dari tim pakar, agar ada suatu kajian yang tidak terlalu lama untuk menyamakan visi antara penegak hukum dengan warga masyarakat, aspirasi kepakaran, dan lain sebagainya," ujar Muladi di Jakarta, Kamis (12/5/2016).
Muladi mengatakan, keberadaan PKI pada masanya masih menyisakan trauma bagi mereka yang menjadi saksi hidup.
Oleh karena itu, perlu arahan dari Kepala Polri sebagai penegak hukum agar paham komunis tidak tumbuh lagi di Indonesia.
"Masalah partisipasi masyarakat ada yang setuju dan tidak terjadi di medsos banyak sekali. Maka perlu diperhatikan apa yg disebut Undang-undang Nomor 27 Tahun 1999 merupakan hukum positif," kata Muladi.
Penyebaran paham ini bertentangan dengan Undang-undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Kejahatan Terhadap Ketahanan Negara.
Muladi juga menegaskan bahwa Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia No.XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di seluruh Wilayah Indonesia, masih berlaku.
Dengan adanya forum penegak hukum bersama masyarakat dan para pakar, diharapkan lahir kesepakatan bahwa penyebaran paham komunis adalah tindakan yang bisa dituntut secara hukum.
"Kalau langsung ditabrak dengan law inforcement akan menimbulkan gejolak. Harus diperbaiki melalui tim pendukung ini kemudian disosialisaikan dengan baik, penegakan hukum dijalankan. Penting diperhatikan apa yang disebut sebagai PKI itu sebagaj organisasi yang terlarang di Indonesia dan dilarang menyebarkan ajaran komunisme dan sebagainya," papar Muladi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.