Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politisi Demokrat: Dua Kali Diterapkan, "Tax Amnesty" Gagal

Kompas.com - 25/02/2016, 10:34 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi XI DPR Marwan Cik Asan meminta pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak atau "Tax Amnesty" ditunda. Alasannya, "Tax Amnesty" sudah terbukti dua kali gagal diterapkan di Indonesia.

"Indonesia sudah dua kali menerapkan tax amnesty, tahun 1964 dan tahun 1984. Dari dua kali penerapan tersebut, tax amnesty meleset dari target atau dapat dinyatakan gagal," kata Marwan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (25/2/2016).

Jika pemerintah harus mengampuni para pengemplang pajak dengan menghapuskan denda yang harus dibayarkan seperti yang akan dirumuskan RUU Tax Amnsesty, Marwan menilai, hal tersebut tidak adil.

Para wajib pajak yang selama ini taat membayar pajak akan merasa dirugikan. RUU ini juga akan sangat rentan digugat di Mahkamah Konstitusi apabila sudah disahkan. (baca: Fadli Zon: Pemerintah Harus Kreatif Tingkatkan Pendapatan Pajak)

"Apakah ada jaminan keberhasilan penerimaan pajak jika tax amnesty ini diterapkan? Menurut saya, pikirkanlah untuk menyeimbangkan hasil yang didapat dengan besar dan luasnya pengampunan yang diberikan," ucap Ketua DPP Partai Demokrat bidang keuangan ini.

Presiden Joko Widodo sudah menyerahkan Surat Presiden ke DPR agar RUU Tax Amnesty dapat segera dibahas dan disahkan menjadi Undang-Undang.

(baca: Giliran PDI-P Minta Pembahasan RUU "Tax Amnesty" Ditunda)

Surat Presiden itu sudah dibacakan dalam rapat paripurna, Selasa (23/2/2016), dan akan segera dibahas dalam rapat Badan Musyawarah yang terdiri dari pimpinan DPR, Fraksi, Komisi dan Alata Kelengkapan Dewan.

RUU Pengampunan Pajak adalah inisiatif pemerintah. Ini satu dari tiga Program Legislasi Nasional Prioritas 2016 yang telah ditetapkan DPR. Total ada 40 undang-undang yang akan dibahas pemerintah dan DPR tahun ini.

(baca: Nasdem Minta PDI-P Tak Jegal RUU "Tax Amnesty")

Sebelumnya, seperti dikutip Kompas, Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro menyatakan, pihaknya berharap RUU Pengampunan Pajak segera dibahas dan dituntaskan pada masa sidang kali ini.

Artinya, RUU sudah disahkan pada Rapat Paripurna DPR per 11 Maret 2016.

Harapannya, Kementerian Keuangan bisa segera mengukur minat dan potensi penerimaan pajak dari uang tebusan pada 1-2 bulan pertama pelaksanaan program pengampunan pajak.

Selanjutnya, itu akan menjadi dasar proyeksi Kemenkeu untuk merevisi target pendapatan negara. Menurut rencana, Kemenkeu mengajukan Rancangan APBN Perubahan 2016 pasca Mei.

Kemenkeu memproyeksikan pendapatan tahun ini bakal meleset Rp 290 triliun dari target Rp 1.822,5 triliun. Ini karena penerimaan pajak jauh di bawah target. Target penerimaan negara dari minyak dan gas bumi serta komoditas juga akan meleset.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com