Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pada Zaman Majapahit, Kelompok LGBT Bisa Dihukum Mati

Kompas.com - 18/02/2016, 19:59 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pakar hukum pernikahan Universitas Indonesia, Neng Zubaidah, menuturkan, larangan aktivitas homoseksual, baik itu oleh laki-laki maupun perempuan, telah ada sejak zaman kerajaan Majapahit di bawah kepemimpinan Hayam Wuruk.

Setidaknya ada dua pasal dalam perundang-undangan Majapahit yang dibuat sekitar abad ke-13 tersebut yang mengarah pada pelarangan aktivitas lesbian, gay, biseksual, dan transjender (LGBT).

Salah satunya adalah Pasal 17 bahwa seorang kedi, pencuri, dan pendusta, apabila terbukti melakukan tindakannya, akan dikenakan hukuman mati.

"Kedi itu siapa? Homoseksual," kata Neng dalam sebuah acara diskusi di Pejaten, Jakarta Selatan, Kamis (18/2/2016).

(Baca: Soal LGBT, Ilmuwan Belum Mampu Mencerahkan Publik)

Selain itu, dia melanjutkan, juga pada Pasal 214, wanita yang menikah dengan wanita atau wanita yang hidup bersama dengan wanita dan melarikan diri dari suaminya akan dikenakan hukuman empat tali.

Hukuman empat tali, menurut Neng, adalah sejenis hukuman denda. Namun, ia mengaku tak mengetahui detail dari jenis hukuman tersebut.

"Artinya, hal seperti itu memang ada di masyarakat. Hanya, pada masa Majapahit, hukuman bagi kedi adalah hukuman mati; bagi perempuan yang hidup bersama perempuan, hukumannya empat tali," ujarnya.

(Baca: Ketua MUI: LGBT Tak Boleh Diperlakukan Diskriminatif)

Meski hukuman kejam telah diterapkan di Indonesia terhadap kelompok LGBT sejak zaman kerajaan, tak ada kebijakan resmi yang diperuntukan khusus untuk LGBT pada era Indonesia yang modern saat ini.

Kelompok LGBT disamakan dengan kelompok masyarakat lainnya sebagai bagian dari warga negara Indonesia yang patut untuk mendapat perlindungan. Kedudukan mereka pun sama di mata hukum. Hal ini diutarakan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan.

(Baca: Neurolog: LGBT Bukan Kelainan atau Penyakit)

"Mereka punya hak untuk dilindungi negara karena mereka juga warga negara Indonesia," ujar Luhut di kantornya di Jakarta, Jumat (12/2/2016).

Oleh sebab itu, Luhut tidak setuju jika kelompok LGBT menjadi korban kekerasan di lingkungannya. Luhut berpesan agar masyarakat merefleksikan diri dan bersikap bijak.

"Mereka pada dasarnya tidak mau juga seperti itu. Bagaimana kalau itu menimpa keluarga kita?" ujar Luhut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com