JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta, Sukasmanto mengatakan, pembinaan dan pengawasan oleh kabupaten harus diperkuat untuk lebih mengoptimalkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan aset desa.
Pernyataan tersebut diutarakannya, menyusul masih adanya kebingungan masyarakat terkait definisi dan bentuk BUMDes itu sendiri. Kurangnya sosialisasi juga tak terhindarkan.
Menurut Sukasmanto, selama dua tahun ini, kabupaten masih fokus kepada masalah-masalah lain. Salah satunya terkait dana desa, dan tak banyak memikirkan soal BUMDes dan pengembangan aset desa.
"Pembinaan dan pengawasan oleh kabupaten perlu diperkuat. Itu kan mandat undang-undang adanya di kabupaten," tutur Sukasmanto usai diskusi di Hotel Akmani, Jakarta, Kamis (11/2/2016).
"Dua tahun ini masih fokus soal uang, dana desa, pertanggungjawabannya gimana, laporannya seperti apa, penyalurannya berapa. Belum menyentuh aspek BUMDes," ujarnya.
Padahal, lanjut dia, ada desa-desa yang mampu mengelola aset desanya hingga meraup pemasukan miliaran rupiah.
Contohnya, desa Nglanggeran di Yogyakarta yang mampu meraup omset Rp 4 miliar dalam setahun. "Itu belum terlalu tereskpos," ujarnya.
Sukasmanto juga menyinggung tentang riset lembaganya terhadap empat desa di wilayah Sulawesi Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Lombok Timur terkait bagaimana aset desa bisa dikelola untuk menjadi aset penghidupan desa.
Dari riset tersebut, lanjut dia, ditambah kajian literatur dan sumber lain, terlihat bahwa inventarisasi aset desa masih belum dilakukan. Selain itu, aset desa juga belum terkelola dengan baik.
"Kalau pun sudah, ada praktek pengelolaan aset yang baik ada yang tidak. Tergantung kondisi kabupaten dan desa," ujarnya.
Dia mencontohkan, aset desa di sebuah desa di Kalimantan Barat. Desa tersebut merupakan lokasi transmigran.
Potensi aset desa sangat besar tapi masyarakat tidak memanfaatkanya bahkan cenderung tidak tahu. Selain itu, ada pula peran TNI dan pengusaha yang menguasai aset desa tersebut. H
al tersebut bisa terjadi, kata Sukasmanto, karena status aset desa tersebut tidak jelas.
Selain itu, ada pula konflik penguasaan aset di sebuah desa di Lombok Timur. Di mana beberapa titik telah diambilalih kabupaten. Namun, pihak desa berniat memintanya kembali.
"Ini yang kemudian harus diselesaikan antara pemerintah kabupaten dan desa," ucap Sukasmanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.