Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terganggu Kasus Freeport, Luhut Minta Tunjukkan Kesalahannya

Kompas.com - 11/12/2015, 18:51 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Koordinator Politik, Hukum dan, Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan marah setelah namanya disebut-sebut dalam percakapan antara Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.

Dalam pembicaraan yang terjadi pada 8 Juni 2015 itu diduga ada permintaan saham Freeport dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

"Itu yang lama-lama membuat saya merasa tidak adil. Saya ingin orang yang berbicara mengenai ini datang ke saya. Tunjukkan ke saya salahnya di mana?" kata Luhut saat memberikan keterangan di kantornya di Jakarta, Jumat (11/12/2015).

"Tunjukkan sekali lagi, kesalahan saya di mana? Karena saya terganggu, dengan anak-anak saya yang masih tentara aktif, saya sendiri, dan istri saya," lanjut Luhut.

Ia menjelaskan, ketika rapat kabinet terbatas pada 16 Maret 2015 saat dirinya masih menjabat Kepala Staf Kepresidenan, ia telah merekomendasikan agar proses perpanjangan Freeport perlu dikaji mendalam.

Sebab, jika merujuk pada UU Minerba, perpanjangan kontrak Freeport baru dapat dilaksanakan dua tahun sebelum kontraknya berakhir pada 2021. (Baca: "Jangan Anggap Enteng, Pak Luhut")

Sikap tersebut, lanjut Luhut, kembali ditegaskan pada dua memo yang ia serahkan kepada Presiden pada 15 Mei 2015 dan 17 Juni 2015.

Setelah itu, pada 2 Oktober 2015, Presiden memanggil salah satu staf khusus pada Menko Polhukam bernama Lambock. (Baca: Ketika Luhut Mendekati Jusuf Kalla...)

Presiden meminta penjelasan kepada Lambock dan ditegaskan bahwa proses perpanjangan Freeport baru bisa diajukan 2019.

Pada 19 Oktober 2015, kata Luhut, Presiden menegaskan bahwa perpanjangan Freeport baru bisa diajukan pada 2019.

Selain itu, Presiden juga mengajukan lima syarat negosiasi, yaitu pembangunan Papua, konten lokal, royalti, divestasi saham, dan industri pengolahan.

"Saya ingin berhadapan dengan orang yang berbicara seperti itu (menuduh dapat membantu perpanjangan kontrak). Agar kita bisa berbicara dengan baik. Jangan negeri ini dirusak oleh berita-berita tidak benar," kata dia.

"Saya merasa terganggu tentang itu, dan saya terganggu karena mengganggu keluarga saya. Menurut saya, ini sudah keterlaluan. Siapa saja, saya ulangi, siapa saja, saya pertaruhkan untuk menghadapi itu," tambah Luhut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com