Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Pilkada Sepi Peminat?

Kompas.com - 05/12/2015, 16:08 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Populi Center, Nico Harjanto, menilai, salah satu faktor mengapa sejumlah orang menilai pilkada sepi adalah karena terbatasnya karakteristik calon kepala daerah.

Ia melihat, mayoritas calon kepala daerah berasal dari kalangan yang memang sudah berada di lingkungan pemerintahan atau merupakan relasi dari pegawai pemerintahan tersebut.

"Jadi, dari kalangan yang sudah ada di pemerintahan atau kalaupun yang dari luar bisa kita tebak. Kalau bukan incumbent, sebagian besar mereka wiraswasta. Tapi pengusaha daerah itu biasanya juga kroni incumbent," kata Nico di Jakarta, Sabtu (5/12/2015).

Ia menuturkan, input peserta Pilkada juga sepi karena terhalang keharusan untuk mundur dari jabatan, terutama Pegawai Negeri Sipil.

Dalam salah satu survei yang dilakukan di Lampung, Nico menemukan ada seorang dokter yang sangat disukai masyarakat dan ingin mencalonkan diri.

Namun, dokter tersebut gagal mencalonkan karena khawatir hak pensiunnya hilang jika mundur sebagai PNS. Sedangkan, jabatan kepala daerah belum tentu didapatkannya.

"Dari sisi inputnya, banyak yang merasa sangat besar pengorbanannya sehingga yang akhirnya masuk adalah incumbent yang ingin maju kembali," ujar Nico.

Dalam kesempatan yang sama, Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Sebastian Salang, melihat, isu pilkada Serentak tertutup oleh kasus besar seperti kasus "papa minta saham" yang menarik perhatian masyarakat luar biasa besar.

Adanya kasus-kasus besar tersebut mengakibatkan kegiatan pilkada tidak mendapat perhatian dari masyarakat dan media.

Padahal, menurut dia, masyarakat perlu mendapatkan referensi untuk menentukan pilihan pada 9 Desember 2015 nanti.

Sebastian menambahkan, semestinya Pilkada digaungkan dengan luar biasa karena kalau kurang perhatian terhadap kegiatan tersebut kurang, maka peluang terjadi penyimpangan dan money politics juga akan besar.

"Kalau itu terjadi, maka siap-siap kepala darah terpilih menjadi pesakitan. Berakhir di penjara karena mahar politik yang besar, biaya kampanye yang besar, ditambah lagi transaksi-transaksi untuk mendapatkan suara," ujar Sebastian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Anak SYL Minta Uang ke Pejabat Kementan | DPR dan Pemerintah Diam-diam Revisi UU MK

[POPULER NASIONAL] Anak SYL Minta Uang ke Pejabat Kementan | DPR dan Pemerintah Diam-diam Revisi UU MK

Nasional
Tanggal 17 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 17 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Putusan MK Diketok 2011, Kenapa DPR Baru Revisi UU Kementerian Negara Sekarang?

Putusan MK Diketok 2011, Kenapa DPR Baru Revisi UU Kementerian Negara Sekarang?

Nasional
Indikator Politik: 90,4 Persen Pemudik Puas dengan Penyelenggaraan Mudik Lebaran Tahun Ini

Indikator Politik: 90,4 Persen Pemudik Puas dengan Penyelenggaraan Mudik Lebaran Tahun Ini

Nasional
Di Sidang Tol MBZ, Pejabat Waskita Mengaku Bikin Proyek Fiktif untuk Penuhi Permintaan BPK Rp 10 Miliar

Di Sidang Tol MBZ, Pejabat Waskita Mengaku Bikin Proyek Fiktif untuk Penuhi Permintaan BPK Rp 10 Miliar

Nasional
Tiba-tiba Hampiri Jokowi, ASN di Konawe Adukan Soal Gaji yang Ditahan Selama 6 Tahun

Tiba-tiba Hampiri Jokowi, ASN di Konawe Adukan Soal Gaji yang Ditahan Selama 6 Tahun

Nasional
TKN Sebut Jokowi Tak Perlu Jadi Dewan Pertimbangan Agung: Beliau Akan Beri Nasihat Kapan pun Prabowo Minta

TKN Sebut Jokowi Tak Perlu Jadi Dewan Pertimbangan Agung: Beliau Akan Beri Nasihat Kapan pun Prabowo Minta

Nasional
ASN yang Tiba-Tiba Hampiri Jokowi di Konawe Ingin Mengadu Soal Status Kepegawaian

ASN yang Tiba-Tiba Hampiri Jokowi di Konawe Ingin Mengadu Soal Status Kepegawaian

Nasional
Khofifah Sebut Jokowi Minta Forum Rektor Bahas Percepatan Indonesia Emas 2045

Khofifah Sebut Jokowi Minta Forum Rektor Bahas Percepatan Indonesia Emas 2045

Nasional
Presiden Jokowi Serahkan Bantuan Pangan bagi Masyarakat di Kolaka Utara

Presiden Jokowi Serahkan Bantuan Pangan bagi Masyarakat di Kolaka Utara

Nasional
Ditanya Bakal Ikut Seleksi Capim KPK, Nawawi: Dijawab Enggak Ya?

Ditanya Bakal Ikut Seleksi Capim KPK, Nawawi: Dijawab Enggak Ya?

Nasional
Soal Revisi UU MK, Pengamat: Rapat Diam-diam adalah Siasat DPR Mengecoh Publik

Soal Revisi UU MK, Pengamat: Rapat Diam-diam adalah Siasat DPR Mengecoh Publik

Nasional
Pertamina Gandeng JCCP untuk Hadapi Tantangan Transisi Energi

Pertamina Gandeng JCCP untuk Hadapi Tantangan Transisi Energi

Nasional
Imbas Kecelakaan di Subang, Muhadjir: Jangan Menyewa Bus Kecuali Betul-betul Bisa Dipercaya

Imbas Kecelakaan di Subang, Muhadjir: Jangan Menyewa Bus Kecuali Betul-betul Bisa Dipercaya

Nasional
Antisipasi Rumor, Fahira Idris Minta Penyelenggara dan Legislator Klarifikasi Penerapan KRIS secara Komprehensif

Antisipasi Rumor, Fahira Idris Minta Penyelenggara dan Legislator Klarifikasi Penerapan KRIS secara Komprehensif

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com