Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mungkinkah Pencatut Nama Presiden Dijerat Secara Pidana?

Kompas.com - 17/11/2015, 07:54 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said telah melaporkan anggota DPR yang diduga mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait perpanjangan kontrak PT Freeport kepada Mahkamah Kehormatan Dewan.

Dalam sebuah wawancara eksklusif pada sebuah stasiun televisi, Senin (16/11/2015) petang, Sudirman menyebutkan bahwa yang diduga mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden adalah Ketua DPR RI Setya Novanto.

Namun, ia memilih melaporkannya kepada MKD, dan tidak melaporkannya secara pidana kepada pihak kepolisian.Bisakah pencatut diproses secara pidana?

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar berpendapat, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tak ada pasal spesifik yang mengatur tindak pencatutan nama. Namun, menurut dia, pencatutan nama mengandung unsur penipuan.

"Tindakan pencatutan nama itu memenuhi unsur pasal 378 KUHP tentang perbuatan curang (penipuan). Pelaku mengatasnamakan nama palsu dan tentunya keadaan palsu demi keuntungan dirinya sendiri atau orang lain," ujar Fickar kepada Kompas.com, Senin malam.

Pasal 378 KUHP berbunyi, "Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang rnaupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun".

Dalam kasus ini, menurut Fickar, belum ada tindakan penipuan. Pihak yang diduga mencatut belum mendapatkan keuntungan apapun dari PT Freeport. Akan tetapi, tindakannya tetap bisa dijerat hukum atas dugaan percobaan penipuan yang tak termasuk delik aduan. Aparat penegak hukum bisa langsung melakukan proses penyelidikan tanpa harus menunggu laporan.

"Ditambah lagi, percobaan penipuan yang dilakukan adalah kategori kepentingan umum. Seharusnya penegak hukum bisa langsung masuk itu. Penegak hukum memiliki alasan untuk mengusut kasus ini," lanjut Fickar.

Selain Pasal 378 KUHP, menurut Fickar, si pencatut juga dapat dijerat dengan Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik. Jika menggunakan pasal ini, Jokowi atau Kalla, harus membuat laporan ke polisi.

Fickar menilai, pencatutan nama presiden dan wakil presiden merupakan cerminan titik terendah etika dan moral pejabat tinggi negara.

"Dari peristiwa ini kita lihat, di tingkat pejabat tinggi negara saja moral dan etika sudah kalah dengan kepentingan ekonomi. Saya berharap dia diberhentikan dan masuk ke ranah hukum kasusnya. Malu kita dengan orang-orang seperti itu," ujar Fickar.

Dalam salah satu pernyataannya, Sudirman mengatakan, pada pertemuan ketiga, politisi dan pengusaha itu meminta saham sebesar 11 persen untuk Presiden dan 9 persen untuk Wapres demi memuluskan renegosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport.

Saat ini juga beredar transkrip sebanyak tiga halaman yang diterima kalangan media. Sejumlah inisial disebut sebagai pihak yang bertemu, di antaranya SN. Selain itu, transkrip juga menyebut sejumlah nama tokoh pemerintahan dalam perbincangan. Namun, kebenaran transkrip itu belum terkonfirmasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Serukan Investigasi Komprehensif Atas Peristiwa yang Terjadi di Rafah

Prabowo Serukan Investigasi Komprehensif Atas Peristiwa yang Terjadi di Rafah

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Tahu Arah Pernyataan Wapres | Saudi Deportasi 22 WNI Palsukan Visa Haji

[POPULER NASIONAL] PDI-P Tahu Arah Pernyataan Wapres | Saudi Deportasi 22 WNI Palsukan Visa Haji

Nasional
Tanggal 5 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Jemaah Haji Diimbau Tidak Umrah Sunah Berlebihan, Masih Ada Puncak Haji

Jemaah Haji Diimbau Tidak Umrah Sunah Berlebihan, Masih Ada Puncak Haji

Nasional
Polisi Arab Saudi Tangkap 37 WNI Pakai Visa Ziarah untuk Berhaji di Madinah

Polisi Arab Saudi Tangkap 37 WNI Pakai Visa Ziarah untuk Berhaji di Madinah

Nasional
Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Nasional
Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Nasional
Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Nasional
Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Nasional
Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Nasional
Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Nasional
Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Nasional
Kloter Terakhir Jemaah Haji Indonesia di Madinah Berangkat ke Mekkah

Kloter Terakhir Jemaah Haji Indonesia di Madinah Berangkat ke Mekkah

Nasional
PKB Beri Rekomendasi Willem Wandik Maju Pilkada Papua Tengah

PKB Beri Rekomendasi Willem Wandik Maju Pilkada Papua Tengah

Nasional
Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com