Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koruptor dan Pelaku Pencucian Uang Diusulkan Mendapat Pengampunan

Kompas.com - 07/10/2015, 12:54 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pelaku tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang diusulkan mendapat pengampunan. Usulan itu rencananya akan dimasukkan di dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Nasional.

Anggota Badan Legislasi DPR, Hendrawan Supratikno, menjelaskan, saat ini banyak warga negara Indonesia yang menyimpan dananya di luar sistem perbankan nasional. Dana tersebut dalam berbagai macam bentuk.

"Seperti keuntungan usaha yang tidak dilaporkan, penghindaran atau pengelabuan pajak, hasil transfer pricing, hasil korupsi, dan pencucian uang," kata Hendrawan saat dihubungi, Rabu (7/10/2015).

Anggota Fraksi PDI Perjuangan itu mengatakan, pengampunan dapat diberikan kepada siapa saja, termasuk koruptor dan pelaku tindak pidana pencucian uang yang mau melaporkan dan memasukkan dana tersebut ke dalam negeri. Meski demikian, ada pengecualian dalam usulan pemberian pengampunan itu.

"Perlakuan pengampunan kecuali dana terkait terorisme, narkotika, dan perdagangan manusia," ujarnya.

Anggota Komisi XI DPR itu mengatakan, saat ini dana WNI yang disimpan di luar sistem perbankan nasional itu mencapai Rp 2.000 triliun di dalam negeri dan Rp 3.000 triliun di luar negeri. Ironisnya, sering kali dana yang terdapat di luar negeri itu dimanfaatkan oleh negara lain untuk dana pembangunan atau justru memberikan kredit pinjaman kepada negara lain, termasuk Indonesia.

Hendrawan menambahkan, hingga kini, besaran jumlah uang yang harus dibayarkan sebagai "biaya pengampunan" masih dirumuskan. Besaran itu bisa dibuat secara progresif, bergantung pada kecekatan pemilik dana dalam melaporkannya dan besaran dana yang dilaporkan.

Usulan pembahasan RUU Pengampunan Nasional mencuat pada rapat pleno Baleg, Selasa (6/10/2015) kemarin. Sebanyak 33 anggota DPR dari empat fraksi, yakni Fraksi PDI Perjuangan, Golkar, PPP, dan PKB mengusulkan agar pembahasan RUU itu masuk ke dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2015 usulan DPR.

Dalam rapat kemarin, usulan pembahasan RUU ini sempat menimbulkan pertanyaan dari sejumlah anggota fraksi yang hadir. Anggota Fraksi PKS, Al Muzzammil Yusuf, mengatakan bahwa pembahasan RUU itu belum bisa masuk Prolegnas Prioritas 2015. Hal itu karena usulan tersebut baru saja diterima dan perlu pembahasan mendalam.

Sementara itu, anggota Fraksi Gerindra, Nizar Zahro, menilai bahwa usulan pembahasan RUU Pengampunan Nasional justru tidak memberikan rasa keadilan kepada masyarakat. Ia menolak usulan tersebut. "Tidak ada jaminan mereka akan patuh," kata dia.

Selain RUU Pengampunan Nasional, dalam rapat kemarin juga dibahas usulan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi inisiatif DPR. Dalam draf revisi tersebut, ada satu pasal yang ditambahkan, yakni terkait masa kerja KPK yang dibatasi hanya 12 tahun dan sejumlah pasal yang diperbaiki secara redaksional. Usulan itu disampaikan oleh enam fraksi, yakni PDI Perjuangan, Nasdem, PPP, Hanura, PKB, dan Golkar.

Mengenai usulan enam fraksi itu, Ketua Badan Legislasi DPR Sareh Wiyono mengatakan bahwa saat ini belum ada kesepakatan mengenai rancangan aturan itu. Rapat pun ditunda hingga Senin mendatang, yang rencananya beragendakan pandangan tiap fraksi.

"Ditunda sampai Senin, setiap anggota diminta untuk berkonsultasi dengan fraksi," kata Ketua Baleg DPR Sareh Wiyono di Gedung DPR, Jakarta, Selasa, seperti dikutip Tribunnews.

Adapun Wakil Ketua Baleg Totok Daryanto mengatakan, draf RUU KPK belum disetujui untuk dilanjutkan ke pembahasan. Politikus PAN itu mengatakan, fraksinya masih meminta penjelasan dari para pengusul draf RUU KPK.

"Artinya ini masih debatable. Senin pekan depan kami akan meminta pandangan dari semua fraksi yang ada di Baleg," kata Totok.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jemaah Haji Diimbau Tidak Umrah Sunah Berlebihan, Masih Ada Puncak Haji

Jemaah Haji Diimbau Tidak Umrah Sunah Berlebihan, Masih Ada Puncak Haji

Nasional
Polisi Arab Saudi Tangkap 37 WNI Pakai Visa Ziarah untuk Berhaji di Madinah

Polisi Arab Saudi Tangkap 37 WNI Pakai Visa Ziarah untuk Berhaji di Madinah

Nasional
Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Nasional
Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Nasional
Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Nasional
Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Nasional
Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Nasional
Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Nasional
Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Nasional
Kloter Terakhir Jemaah Haji Indonesia di Madinah Berangkat ke Mekkah

Kloter Terakhir Jemaah Haji Indonesia di Madinah Berangkat ke Mekkah

Nasional
PKB Beri Rekomendasi Willem Wandik Maju Pilkada Papua Tengah

PKB Beri Rekomendasi Willem Wandik Maju Pilkada Papua Tengah

Nasional
Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Nasional
Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Nasional
Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

Nasional
Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPG 

Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPG 

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com