JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah merasa tertipu bawahannya dalam penunjukan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam proyek pengadaan alat kesehatan penanganan flu burung. Menurut dia, KPA semestinya diisi oleh eselon I.
Namun, faktanya telah ditunjuk beberapa nama, termasuk Mulya A Hasjmy, mantan Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan (saat ini Kementerian Kesehatan) sebagai KPA. Padahal, jabatan mereka hanya sebatas eselon II.
"Saya merasa ditipu. KPA harusnya eselon I, tapi malah eselon II," ujar Siti saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (9/9/2015).
Siti mengatakan, penunjukan KPA itu tanpa sepengetahuan dia. Ia mengaku curiga ada yang janggal dengan penunjukan para eselon II itu. (baca: Siti Fadilah Restui Penunjukan Langsung Tender Proyek Pengadaan Alkes)
"Tahun pertama saya tidak tahu, tapi tahun ke dua saya protes. Tapi tetap juga KPA ditaruh di eselon II. Ada sesuatu di balik itu, menurut saya," kata dia.
Meski protes, Siti tetap menandatangani surat pemberitahuan pengadaan proyek yang ditembuskan ke menteri. Ia mengaku, saat itu tidak mengetahui Mulya menjadi KPA dan baru mengetahuinya saat diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Saya tinggal tanda tangan saja. Ini KPA, ini PPK (Pejabat Pembuat Komitmen)," kata dia.
Bahkan, Siti mengaku tidak dilaporkan hasil pengadaan alkes flu burung itu. Ia hanya mengetahui bahwa penanganan flu burung telah berjalan.
"Tidak ada pernah lapor. Karena tidak ada keharusan," kata Siti.
Dalam surat dakwaan Mulya, Siti disebut bersama-sama Mulya dan Yonke Mariantoro selaku PPK serta Ary Gunawan selaku Direktur PT Indofarma Global Media telah melawan hukum dengan melaksanakan kegiatan peralatan medik dalam rangka penanganan wabah flu burung (avian influenza) sisa dana pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin tahun anggaran 2006 pada Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes.
Dalam dakwaan, Mulya diarahkan oleh Siti agar PT Bhineka Usada Raya (BUR) dijadikan rekanan dalam pekerjaan pengadaan alat kesehatan untuk penanganan flu burung tahun 2006. Mulya juga diarahkan Siti untuk melakukan penunjukan langsung dalam pengadaan alat kesehatan flu burung tersebut.
Selain itu, Siti dan Mulya juga disebut melakukan korupsi pengadaan peralatan kesehatan dalam rangka penanganan wabah flu burung dana APBNP Tahun Anggaran 2006 pada Sekretariat Jenderal Bina Pelayanan Medik.
Tindak pidana tersebut dilakukan bersama Kepala Cabang PT Kimiar Farma Trading and Distribution (PT KFTD) Muntaha, Tatat Rahmita Utami (Direktur Trading PT KFTD) dan Agus Anwar (Dirut PT KTFD).
Kasus ini merupakan perkara keempat Mulya. Sebelumnya, Mulya menjadi terpidana tiga kasus korupsi proyek pengadaan alkes di berbagai tempat. Pada tahun 2006, ia divonis 2,5 tahun penjara atas korupsi pengadaan alkes. Ia juga telah dihukum atas perkara korupsi pengadaan alkes di RS Prof Dr Sulianti Saroso dan RS Haji Sahudin Aceh Tenggara TA 2005.
Kemudian, pada September 2013, Mulya divonis empat tahun penjara dalam perkara korupsi pengadaan alat kedokteran kesehatan dan KB Linear Accelerator (Linac) di RSUP H Adam Malik Medan dan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta TA 2007.
Atas perbuatannya, Mulya diancam pidana dalam Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUH Pidana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.