JAKARTA, KOMPAS.com - Jelang pelaksanaan Pilkada Serentak pada Desember mendatang, Badan Pengawas Pemilu merilis data Indeks Kerawanan Pemilu 2015. Ada lima aspek yang menjadi variabel dan indikator yang menjadi bahan penilaian Bawaslu untuk menentukan kerawanan masing-masing wilayah.
Kepala Bagian Analisis dan Teknis Pengawasan Badan Pengawas Pemilihan Umum, Faisal Rahman menjelaskan, ada lima aspek yang menjadi penilaian Bawaslu dalam menyusun IKP 2015 yang dirilis hari ini, Selasa (1/9/2015). Lima aspek itu adalah profesionalitas penyelenggara, politik uang, akses pengawasan, partisipasi masyarakat, dan keamanan daerah.
Secara umum, kawasan Indonesia timur menjadi wilayah dengan potensi penyelenggaraan pilkada serentak cukup rawan. Faisal menambahkan, kelima aspek itu kemudian dijadikan bahan dalam menentukan penilaian. Bawaslu kemudian membuat kisaran penilaian adalah, sangat aman (0-1), aman (1-2), cukup rawan (2,1-3), rawan (3,1-4) dan sangat rawan (4,1-5).
Meski Indonesia timur menjadi kawasan yang cukup rawan kekerasan, namun jika dirinci secara keseluruhan potensi kerawanan kekerasan itu cukup merata. Faisal mengatakan, untuk aspek keamanan daerah, Banten menjadi provinsi dengan tingkat kerawanan tertinggi dengan poin 3,5. Posisi berikutnya ditempati Papua (2,9), Jawa Barat (2,8), Kalimantan Utara (2,5), NTT (2,4) dan Sumatera Utara (2,4).
"Keamanan daerah tak bisa dianggap remeh. Tanpa jaminan keamanan yang baik, dimungkinkan terjadinya ancaman atas pelaksanaan pemilu yang baik," ujar Faisal, dalam diskusi bertajuk Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2015 di Jakarta, Selasa (1/9/2015).
Sementara itu, wilayah dengan tingkat politik uang tertinggi ditempati Sulawesi Tengah dengan nilai 3,5. Posisi berikutnya ditempati Jawa Barat (3,3), Banten (3,0), Kalimantan Utara (3,0) dan NTB (3,0). Dari aspek partisipasi masyarakat, Provinsi Kepulauan Riau memperoleh poin tertinggi dengan 4,1 poin. Disusul posisi berikutnya NTB (3,9), Riau (3,8), Sulawesi Selatan (3,7), dan Yogyakarta (3,7).
Lebih lanjut, Faisal mengatakan, Provinsi Maluku memperoleh poin 3,3 dari aspek profesionalitas penyelenggara. Posisi selanjutnya ditempati NTT (3,0), Sulawesi Utara (3,0), Sulawesi Barat (2,9), Sulawesi Tenggara (2,8) dan Jawa Barat (2,8).
"Dari akses pengawasan, Kalimantan Utara dan Papua memperoleh nilai tertinggi yaitu 3,0. Akses pengawasan menjadi salah satu aspek yang penting. Selama ini pengawasan di daerah mengalami kendala akibat persoalan geografis dan fasilitas penunjang lainnya," ujarnya.
Ajang pembuktian
Pilkada serentak merupakan ajang bagi KPU Daerah untuk membuktikan bahwa mereka dapat menyelenggarakan pesta demokrasi itu dengan baik. Karena itu, KPU Daerah dinilai perlu meningkatkan koordinasi dengan aparat keamanan untuk memetakan setiap potensi kerawanan yang ada.
"Pilkada merupakan momentum peralihan kekuasaan secara damai. Sudah menjadi tanggung jawab kita untuk tak hanya menyelenggarakan pemilu secara jujur, adil dan bersih, tapi juga damai," kata pengamat politik dari LIPI Syamsudin Haris.
Syamsuddin menambahkan, baik KPU maupun Bawaslu perlu mendifinisikan secara detail setiap potensi kerawanan yang mungkin terjadi. Untuk KPU, kata dia, misalnya, wilayah yang penyelenggaraan pilkadanya diikuti oleh petahana.
"Ini yang harus diperhitungkan, apakah petahana yang kinerjanya kurang bagus sehingga dia berupaya keras agar menang lagi. Atau petahana yang kinerjanya bagus dan menjadikannya sebagai bahan kampanye," ujarnya.
Ia juga mengatakan, persoalan kehidupan sosial masyarakat juga dapat menjadi salah satu fokus perhatian Bawaslu. Menurut dia, banyak kasus pelanggaran pemilu terjadi di wilayah yang tingkat kesejahteraan masyarakatnya kurang.
"Pilkada tak akan memberikan nilai tambah jika menghasilkan gejolak, ketidakstabilan politik dan rasa saling curiga," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.