Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ingin Jerat Penimbun, Polri Berharap Jokowi Revisi Perpres Nomor 71 Tahun 2015

Kompas.com - 25/08/2015, 19:24 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Victor Edison Simanjuntak berharap presiden Joko Widodo merevisi Pasal 11 ayat (1) dan (2) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.

Victor mengatakan, aturan itu dijadikan dasar oleh tiga orang saksi ahli dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian dalam gelar perkara, Senin (24/8/2015). Ketiga saksi ahli menyatakan bahwa dua feedlotter di Tangerang yang digerebek penyidik Polri pada Rabu (12/8/2015) lalu, tidak masuk kategori penimbunan.

"Penyidik kan tidak dapat mengabaikan saksi ahli. Tapi ya bagaimana, saksi berpendapat begitu," ujar Victor di Mabes Polri, Selasa (25/8/2015).

Bunyi ayat (1) pasal yang dimaksud yakni, "dalam hal terjadi kelangkaan barang, gejolak harga dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan barang, barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting dilarang disimpan di gudang dalam jumlah dan waktu tertentu".

Adapun, ayat (2) pasal yang sama berbunyi, "jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu jumlah di luar batas kewajaran yang melebihi stok atau persediaan barang berjalan, untuk memenuhi pasar dengan waktu paling lama tiga bulan, berdasarkan catatan rata-rata penjualan per bulan dalam kondisi normal".

"Artinya, jika rata-rata penjualan 150 ekor per hari dikali tiga bulan, jumlahnya tiga belasan ribu, baru itu dikategorikan sebagai tindakan penimbunan," ujar Victor. (Baca: Polisi Curiga Ada Pihak yang Bermain di Balik Kelangkaan Daging Sapi)

Sementara itu, menurut penyidik, jika didasarkan pada keresahan masyarakat atas dasar harga daging sapi yang naik karena kurangnya stok, aksi dua feedlotter itu sudah memenuhi unsur tindakan penimbunan.

Atas dasar itulah Victor, melalui mekanisme yang ada, akan mengusulkan Presiden merevisi perpres tersebut. Padahal, lanjut Victor, pengecekan penyidik ke dua tempat atas dasar keresahan masyarakat lantaran harga daging sapi bergejolak. Dari dua tempat itu pula, penyidik menemukan lima ribuan sapi yang tak kunjung dipotong. (Baca: Bareskrim Temukan 4.000-an Sapi Diduga Sengaja Tak Dipotong)

"Kita mau berikan yang terbaik sehingga harus ada jalan keluar. Kita harap perpres itu direvisi. Paling tidak ditambah klausul bahwa kalau sudah meresahkan masyarakat dan menyebabkan gejolak harga, sudah dapat dikategorikan menimbun," lanjut Victor.

Sebelumnya polisi menggerebek dua feedlotter di Tangerang pada Rabu (12/8/2015). Di dua tempat tersebut, polisi menemukan 21.933 ekor sapi di mana sekitar 5.000 di antaranya siap potong.

Polisi menduga pengusaha menimbun sapi siap potong sehingga menyebabkan gejolak harga di pasaran. Sebab, pada saat itu, harga daging sapi menyentuh Rp 120.000. Pemilik tempat peternakan dan penggemukan sapi berinisial BH, PH, dan SH. Mereka adalah pengusaha di sektor impor, belum ada tersangka dalam kasus ini. (Baca: Tiga Saksi Ahli Mentahkan Dugaan Bareskrim Terkait Penimbunan Sapi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com