Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kalau Dihina, Presiden Seharusnya Buktikan Bahwa Itu Tidak Benar"

Kompas.com - 10/08/2015, 18:40 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesian Institute for Development and Democracy (Inded) Arif Susanto berpendapat, seharusnya pasal penghinaan terhadap Presiden tidak perlu kembali dimasukkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Menurut dia, jika merasa dihina, Presiden dapat melakukan klarifikasi, sehingga tidak perlu diselesaikan melalui jalur hukum.

"Presiden cukup kerja keras, maka pernyataan kritik itu gugur dengan sendirinya," ujar Arif, dalam diskusi publik yang digelar Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia (GDRI) di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (10/8/2015).

Menurut Arif, Presiden seharusnya melakukan pembuktian bahwa kritik yang dilontarkan masyarakat tidak benar. Dengan demikian, tidak perlu ada gugatan hukum dengan alasan mempertaruhkan nama baik seorang Presiden.

Arif mengatakan, upaya pemberlakuan pasal penghinaan terhadap Presiden menunjukkan bahwa Presiden memiliki problem berupa ketakutan terhadap penghinaan. pasal tersebut juga dinilai melawan etika demokrasi.

Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Rizal Damanik mengatakan, kritik sering digunakan masyarakat sebagai luapan kekecewaan rakyat atas ekspektasi yang besar terhadap kinerja pemerintah. Kritik merupakan ekspresi kemarahan publik yang disampaikan melalui berbagai media, baik secara lisan mau pun tertulis yang terkadang dianggap sebagai penghinaan.

"Kita berharap ada demokrasi yang berkualitas sesuai dengan kenyataan, bukan bermaksud menghina secara pribadi," kata Rizal.

Menurut dia, salah satu penyebab luapan emosi publik melalui kritik adalah terhambatnya proses birokrasi dengan pemerintah. Ia menyarankan agar pasal penghinaan bagi Presiden tidak lagi diatur karena khawatir disalahgunakan untuk memidanakan seseorang.

Dalam Pasal 263 rancangan undang-undang KUHP, pasal mengenai penghinaan terhadap Presiden kembali diusulkan menjadi undang-undang. Pasal tersebut telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2006. Saat itu MK berpandangan bahwa pasal tersebut merupakan pasal yang diadopsi dari kolonialisme, dan tidak sesuai dengan prinsip Indonesia sebagai negara demokrasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Istana Sebut Pansel Capim KPK Diumumkan Mei ini

Istana Sebut Pansel Capim KPK Diumumkan Mei ini

Nasional
Deret 9 Kapal Perang Koarmada II yang Dikerahkan dalam Latihan Operasi Laut Gabungan

Deret 9 Kapal Perang Koarmada II yang Dikerahkan dalam Latihan Operasi Laut Gabungan

Nasional
Jumlah Kementerian sejak Era Gus Dur hingga Jokowi, Era Megawati Paling Ramping

Jumlah Kementerian sejak Era Gus Dur hingga Jokowi, Era Megawati Paling Ramping

Nasional
Jokowi Sebut Ada 78.000 Hektar Tambak Udang Tak Terpakai di Pantura, Butuh Rp 13 Triliun untuk Alih Fungsi

Jokowi Sebut Ada 78.000 Hektar Tambak Udang Tak Terpakai di Pantura, Butuh Rp 13 Triliun untuk Alih Fungsi

Nasional
Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Nasional
Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Nasional
Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Nasional
Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Nasional
Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com