Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud Sarankan Pemerintah Terbitkan PP Terkait Petahana pada Pilkada

Kompas.com - 08/07/2015, 20:40 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menyarankan pemerintah untuk membuat peraturan pemerintah (PP) yang mengatur pembatalan calon kepala daerah jika calon tersebut memanfaatkan kedudukan petahana yang memiliki hubungan kerabat atau keluarga dengan calon itu. PP ini dinilainya perlu dalam mencegah berkembangnya politik dinasti di Indonesia.

"Ini kan bukan soal konstitusionalitas tapi moralitas politik. Oleh sebab itu menurut saya, pmerintah bisa membuat PP sabagai panduan untuk melaksanakan itu bahwa apabila petahana atau calon menggunakan kedudukan petahan untuk mengambil keuntungan di situ, bisa dibatalkan pencalonannya," kata Mahgud di Istana Wakil Presiden Jakarta, Rabu (8/7/2015).

Ia menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan uji materi terhadap Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah sudah tepat.

Dalam putusannya, MK menilai syarat kepala daerah yang tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana seperti yang diatur dalam UU Nomor 8 tersebut melanggar konstitusi.

Menurut Mahfud, putusan MK tersebut sangat tepat. Ia menilai hal yang harus dibatasi dalam mencegah dinasti politik bukanlah hak warga negara untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Akan lebih efektif jika pemerintah menerapkan sanksi berupa pembatalan pencalonan bagi calon yang memanfaatkan hubungannya dengan petahana. Sanksi semacam ini juga dinilainya bisa mempermudah MK untuk memutuskan sengketa pemilkada nantinya.

"Kalau ada PP seperti itu MK bisa memutuskannya dengan mudah jika ada sengketa karena sudah ada panduannya. Kalau dulu MK memegang panduan meskipun semuanya terbukti, dulu tidak dibatalkan karena MK dulu punya pedoman harus signifikan, lalu pembutkianya nunggu pidana. Nah sekarang kalau ada PP yang mengatur seperti itu ya lebih gampang penerapannya di MK maupun di pengadilan umum," papar Mahfud.

Untuk itu, ia menyarankan Presiden Joko Widodo mulai menyiapkan PP tersebut melalui Kementerian Dalam Negeri. Dalam putusannya yang dibacakan siang tadi, hakim MK berpendapat bahwa idealnya suatu demokrasi adalah bagaimana melibatkan sebanyak mungkin rakyat untuk turut serta dalam proses politik.

Meski pembatasan dibutuhkan demi menjamin pemegang jabatan publik memenuhi kapasitas dan kapabilitas, suatu pembatasan tidak boleh membatasi hak konstitusional warga negara. Hakim menilai, Pasal 7 huruf r UU Pilkada mengandung muatan diskriminasi. Hal itu bahkan diakui oleh pembentuk undang-undang, di mana pasal tersebut memuat pembedaan perlakuan yang semata-mata didasarkan atas status kelahiran dan kekerabatan seorang calon kepala daerah dengan petahana.

Ada pun, permohonan uji materi ini diajukan oleh seorang anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, Adnan Purichta Ichsan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TNI AD Mengaku Siapkan Pasukan dan Alutsista untuk ke Gaza

TNI AD Mengaku Siapkan Pasukan dan Alutsista untuk ke Gaza

Nasional
Mitigasi Gangguan PDN, Ditjen Imigrasi Tambah 100 Personel di Bandara Soekarno-Hatta

Mitigasi Gangguan PDN, Ditjen Imigrasi Tambah 100 Personel di Bandara Soekarno-Hatta

Nasional
Pusat Data Nasional Diperbaiki, Sebagian Layanan 'Autogate' Imigrasi Mulai Beroperasi

Pusat Data Nasional Diperbaiki, Sebagian Layanan "Autogate" Imigrasi Mulai Beroperasi

Nasional
Satgas Judi 'Online' Akan Pantau Pemain yang 'Top Up' di Minimarket

Satgas Judi "Online" Akan Pantau Pemain yang "Top Up" di Minimarket

Nasional
Maju Pilkada Jakarta, Anies Disarankan Jaga Koalisi Perubahan

Maju Pilkada Jakarta, Anies Disarankan Jaga Koalisi Perubahan

Nasional
Bareskrim Periksa Pihak OJK, Usut soal Akta RUPSLB BSB Palsu

Bareskrim Periksa Pihak OJK, Usut soal Akta RUPSLB BSB Palsu

Nasional
Kemenkominfo Sebut Layanan Keimigrasian Mulai Kembali Beroperasi Seiring Pemulihan Sistem PDN

Kemenkominfo Sebut Layanan Keimigrasian Mulai Kembali Beroperasi Seiring Pemulihan Sistem PDN

Nasional
Indonesia Sambut Baik Keputusan Armenia Akui Palestina sebagai Negara

Indonesia Sambut Baik Keputusan Armenia Akui Palestina sebagai Negara

Nasional
Tanggapi Survei Litbang 'Kompas', Ketum Golkar Yakin Prabowo Mampu Bawa Indonesia Jadi Lebih Baik

Tanggapi Survei Litbang "Kompas", Ketum Golkar Yakin Prabowo Mampu Bawa Indonesia Jadi Lebih Baik

Nasional
Dispenad Bantah Mobil Berpelat Dinas TNI AD di Markas Sindikat Uang Palsu Milik Kodam Jaya

Dispenad Bantah Mobil Berpelat Dinas TNI AD di Markas Sindikat Uang Palsu Milik Kodam Jaya

Nasional
Berikan Dampak Perekonomian, Pertamina Pastikan Hadir di MotoGp Grand Prix of Indonesia 2024

Berikan Dampak Perekonomian, Pertamina Pastikan Hadir di MotoGp Grand Prix of Indonesia 2024

Nasional
Sejumlah Elite Partai Golkar Hadiri Ulang Tahun Theo Sambuaga

Sejumlah Elite Partai Golkar Hadiri Ulang Tahun Theo Sambuaga

Nasional
Soal Pengalihan Kuota Tambahan Haji Reguler ke Haji Khusus, Timwas DPR RI: Kemenag Perlu Mengkaji Ulang

Soal Pengalihan Kuota Tambahan Haji Reguler ke Haji Khusus, Timwas DPR RI: Kemenag Perlu Mengkaji Ulang

Nasional
Rapat dengan Kemenag, Timwas Haji DPR Soroti Masalah Haji 'Ilegal'

Rapat dengan Kemenag, Timwas Haji DPR Soroti Masalah Haji "Ilegal"

Nasional
Merespons Survei Litbang 'Kompas', Cak Imin Minta DPR Tak Berpuas Diri

Merespons Survei Litbang "Kompas", Cak Imin Minta DPR Tak Berpuas Diri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com