"Ini kan bukan soal konstitusionalitas tapi moralitas politik. Oleh sebab itu menurut saya, pmerintah bisa membuat PP sabagai panduan untuk melaksanakan itu bahwa apabila petahana atau calon menggunakan kedudukan petahan untuk mengambil keuntungan di situ, bisa dibatalkan pencalonannya," kata Mahgud di Istana Wakil Presiden Jakarta, Rabu (8/7/2015).
Ia menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan uji materi terhadap Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah sudah tepat.
Dalam putusannya, MK menilai syarat kepala daerah yang tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana seperti yang diatur dalam UU Nomor 8 tersebut melanggar konstitusi.
Menurut Mahfud, putusan MK tersebut sangat tepat. Ia menilai hal yang harus dibatasi dalam mencegah dinasti politik bukanlah hak warga negara untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Akan lebih efektif jika pemerintah menerapkan sanksi berupa pembatalan pencalonan bagi calon yang memanfaatkan hubungannya dengan petahana. Sanksi semacam ini juga dinilainya bisa mempermudah MK untuk memutuskan sengketa pemilkada nantinya.
"Kalau ada PP seperti itu MK bisa memutuskannya dengan mudah jika ada sengketa karena sudah ada panduannya. Kalau dulu MK memegang panduan meskipun semuanya terbukti, dulu tidak dibatalkan karena MK dulu punya pedoman harus signifikan, lalu pembutkianya nunggu pidana. Nah sekarang kalau ada PP yang mengatur seperti itu ya lebih gampang penerapannya di MK maupun di pengadilan umum," papar Mahfud.
Untuk itu, ia menyarankan Presiden Joko Widodo mulai menyiapkan PP tersebut melalui Kementerian Dalam Negeri. Dalam putusannya yang dibacakan siang tadi, hakim MK berpendapat bahwa idealnya suatu demokrasi adalah bagaimana melibatkan sebanyak mungkin rakyat untuk turut serta dalam proses politik.
Meski pembatasan dibutuhkan demi menjamin pemegang jabatan publik memenuhi kapasitas dan kapabilitas, suatu pembatasan tidak boleh membatasi hak konstitusional warga negara. Hakim menilai, Pasal 7 huruf r UU Pilkada mengandung muatan diskriminasi. Hal itu bahkan diakui oleh pembentuk undang-undang, di mana pasal tersebut memuat pembedaan perlakuan yang semata-mata didasarkan atas status kelahiran dan kekerabatan seorang calon kepala daerah dengan petahana.
Ada pun, permohonan uji materi ini diajukan oleh seorang anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, Adnan Purichta Ichsan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.