Lukman mengatakan, penyebab penghulu menarik biaya ekstra untuk menikahkan di luar KUA dan di luar jam kerja ialah karena harus mengeluarkan uang lebih untuk biaya transportasi yang semestinya dibayarkan melalui penerimaan negara bukan pajak. Sementara itu, kata dia, pencairan anggaran PNBP untuk penghulu kerap terlambat.
"Sehingga seperti membuka peluang bagi munculnya gratifikasi. Gratifikasi ini sesungguhnya di lapangan tidak semata masih ada penghulu yang tidak hanya menerima, tapi juga meminta," ujar Lukman di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (25/6/2015).
Lukman mengatakan, gratifikasi tersebut tidak lepas dari budaya masyarakat yang kerap memberi hadiah, tak hanya berupa uang, tapi juga barang. Padahal, penghulu termasuk pegawai negeri sipil sehingga barang atau uang yang diterimanya termasuk kategori gratifikasi.
"Jadi, kami imbau masyarakat menyesuaikan diri terkait kebiasaan-kebiasaan ini," kata Lukman.
Terlebih lagi, banyak pihak yang dianggap meraup keuntungan dari pernikahan di luar KUA, misalnya ketua rukun tetangga dan rukun warga tempat warga tersebut dinikahkan. Untuk mencegah maraknya gratifikasi oleh penghulu, kata Lukman, Kemenag terus memberikan penyadaran melalui sosialisasi regulasi mengenai gratifikasi.
"KPK sudah berikan rumusan tegas, mana gratifikasi dan mana tidak," kata Lukman.
Sementara itu, Ketua sementara KPK Taufiequrachman Ruki mengatakan, KPK telah menerima pengaduan gratifikasi dari beberapa kepala KUA. Menurut dia, tidak mudah menumbuhkan kesadaran gratifikasi kepada masyarakat. Saya sendiri dua minggu sudah terima gratifikasi kepala kantor agama.
"Kesadaran ini tidak muncul seperti membalik tangan," kata Ruki.
Berdasarkan PP No 48 Tahun 2014, biaya nikah rujuk adalah nikah atau rujuk di KUA pada hari dan jam kerja dikenakan tarif 0 rupiah, nikah di luar KUA dan atau di luar dan jam kerja dikenakan tarif Rp 600.000. Warga yang tidak mampu secara ekonomi dan warga yang terkena bencana alam dikenakan tarif 0 rupiah dengan melampirkan persyaratan surat keterangan dari lurah atau kepala desa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.