Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Parahyangan, Bandung, Asep Warlan Yusuf, Rabu (3/6), mengemukakan, dari pihak kejaksaan dalam hal pembuktian tidak mampu menunjukkan unsur-unsur yang kuat untuk sebuah tindak pidana.
"Dari sisi argumentasi, jaksa juga dimungkinkan lemah sehingga argumentasi mereka di persidangan mudah dipatahkan oleh penasihat hukum terdakwa maupun terdakwa. Saksi ahli yang dihadirkan jaksa juga diperkirakan lemah sehingga dari dakwaan dan tuntutan jaksa tidak mampu meyakinkan hakim," kata Asep.
Yance sebelumnya didakwa jaksa terlibat dalam dugaan korupsi Rp 5,3 miliar pada pengadaan tanah proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara Jawa Barat Utara di Desa Sumuradem, Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu, tahun 2006-2007. Bupati Indramayu dari tahun 2000-2010 itu dituntut dengan hukuman 18 bulan penjara dan denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan.
Yance dijerat dengan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman 1-20 tahun penjara dan denda Rp 50 juta hingga Rp 1 miliar.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung yang diketuai Marudut Bakara, dengan hakim anggota Barita Lumban Gaol dan Basari Budhi Pradianto, memutus bebas Yance. Majelis hakim tidak sependapat dengan dakwaan primer dan dakwaan subsider yang diajukan jaksa.
"Namun, tak menutup kemungkinan pula dalam kasus ini terjadi pelanggaran kode etik hakim. Hakim juga mungkin keliru dalam menggunakan hukum serta mereka kurang memahami dan komprehensif dalam penanganan perkara korupsi," ujar Asep.
Penasihat hukum Yance, Yan Iskandar, berpendapat, proses persidangan sudah berjalan adil dan transparan. "Kontroversi putusan hakim itu di mana? Sebab, proses persidangan ini dikawal dan diawasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, baik di dalam maupun di luar sidang. Kalau proses sidang dikatakan kontroversial, itu merupakan fitnah baru," kata Yan Iskandar. (Samuel Oktora)
* Artikel ini terbit di Kompas Digital edisi 3 Juni 2015 dengan judul "Vonis Bebas Perkara Korupsi Dinilai Kontroversial".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.