Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Anggap Perlu Ada Batasan bagi Hakim dalam Memutus Praperadilan

Kompas.com - 28/05/2015, 09:25 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Zulkarnain menganggap perlu adanya regulasi yang bisa memberikan batasan bagi para hakim dalam membuat putusan pada sidang praperadilan. Hal tersebut, kata dia, agar tidak ada perbedaan dan multitafsir pada masing-masing putusan hakim yang berbeda.

"Jelas perlu ada batasan, seperti dari undang-undang, jurisprudensi, dan etika profesi," ujar Zulkarnain melalui pesan singkat, Kamis (28/5/2015).

Zulkarnain mengatakan, hakim secara personal pun dapat memaknai KUHAP dan undang-undang lainnya dengan berbeda-beda. Terkadang, lanjut dia, hakim bisa mengartikannya secara parsial dan subjektif sehingga membuat putusan yang dikeluarkannya berbeda dengan putusan hakim lainnya.

"Masalahnya person yang membaca dan memahaminya bisa beda-beda, sempit, parsial, bisa juga subjektifitas, dan lain-lain," kata Zulkarnain.

Oleh karena itu, Komisi Yudisial diminta untuk membuat batasan yang paten agar terobosan hukum yang dibuat oleh hakim tidak meluas. Jika tidak, maka putusan yang dibuatkan akan menimbulkan kontroversi dan justru membuat kebingungan di masyarakat.

"Lembaga publik perlu menjaga integritasnya dan personelnya," kata Zulkarnain.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan mantan Direktur Jenderal Pajak, Hadi Poernomo, terhadap KPK. Dalam putusannya, Haswandi menyatakan, penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK terhadap Hadi Poernomo batal demi hukum dan harus dihentikan. Ini karena penyelidik dan penyidik KPK yang saat itu bertugas mengusut kasus Hadi sudah berhenti tetap dari kepolisian dan kejaksaan.

Mereka juga dinilai belum berstatus sebagai penyelidik dan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) meski telah diangkat secara resmi oleh KPK. Hadi Poernomo merupakan orang ketiga yang ditetapkan KPK sebagai tersangka, yang kemudian penetapan itu dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dua orang lainnya adalah Komisaris Jenderal Budi Gunawan dan mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin.

Penetapan tersangka Budi Gunawan dinyatakan tidak sah oleh hakim PN Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi, pada 16 Februari 2015. Putusan itu memunculkan polemik karena Pasal 77 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana mengatur bahwa obyek praperadilan terbatas pada penangkapan, penahanan, dan penghentian penuntutan. Namun, menurut Sarpin, dengan tidak disebutkan, bukan berarti penetapan tersangka bukan obyek praperadilan.

Pada 28 April 2015, Mahkamah Konstitusi menyatakan, penetapan tersangka, bersama dengan penggeledahan dan penyitaan, adalah objek praperadilan. Putusan MK tersebut menjadi dasar hakim PN Jakarta Selatan, Yuningtyas Upiek K, ketika pada 13 Mei 2015 mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Nasional
Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Nasional
Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Nasional
Terima Kunjungan Delegasi Jepang, Kepala BNPT Perkenalkan Program Deradikalisasi

Terima Kunjungan Delegasi Jepang, Kepala BNPT Perkenalkan Program Deradikalisasi

Nasional
Mutasi Polri, Brigjen Suyudi Ario Seto Jadi Kapolda Banten, Brigjen Whisnu Hermawan Jadi Kapolda Sumut

Mutasi Polri, Brigjen Suyudi Ario Seto Jadi Kapolda Banten, Brigjen Whisnu Hermawan Jadi Kapolda Sumut

Nasional
Pakar Hukum Minta Bandar Judi Online Dijerat TPPU

Pakar Hukum Minta Bandar Judi Online Dijerat TPPU

Nasional
Pemerintah Tak Bayar Tebusan ke Peretas PDN, Data Kementerian/Lembaga Dibiarkan Hilang

Pemerintah Tak Bayar Tebusan ke Peretas PDN, Data Kementerian/Lembaga Dibiarkan Hilang

Nasional
Pimpinan Komisi VII Wanti-wanti Pengelolaan Tambang Ormas Rentan Ditunggangi Konglomerat

Pimpinan Komisi VII Wanti-wanti Pengelolaan Tambang Ormas Rentan Ditunggangi Konglomerat

Nasional
745 Personel Polri Dimutasi, Kadiv Propam Irjen Syahardiantono Naik Jadi Kabaintelkam

745 Personel Polri Dimutasi, Kadiv Propam Irjen Syahardiantono Naik Jadi Kabaintelkam

Nasional
Pesan Panglima TNI untuk Pilkada 2024: Jika Situasi Mendesak, Tugas Prajurit Melumpuhkan, Bukan Mematikan

Pesan Panglima TNI untuk Pilkada 2024: Jika Situasi Mendesak, Tugas Prajurit Melumpuhkan, Bukan Mematikan

Nasional
Pemerintah Akui Tak Bisa Pulihkan Data Kementerian/Lembaga Terdampak Peretasan PDN

Pemerintah Akui Tak Bisa Pulihkan Data Kementerian/Lembaga Terdampak Peretasan PDN

Nasional
Pilkada 2024, TNI Siapkan Personel Cadangan dan Alutsista jika Situasi Mendesak

Pilkada 2024, TNI Siapkan Personel Cadangan dan Alutsista jika Situasi Mendesak

Nasional
Soal Anggota Dewan Main Judi Online, Johan Budi: Bukan Lagi Sekadar Kode Etik, tapi Sudah Pidana

Soal Anggota Dewan Main Judi Online, Johan Budi: Bukan Lagi Sekadar Kode Etik, tapi Sudah Pidana

Nasional
Belum Ada Pendaftar di Hari Pertama Pendaftaran Capim dan Dewas KPK

Belum Ada Pendaftar di Hari Pertama Pendaftaran Capim dan Dewas KPK

Nasional
Puan Bicara Peluang PDI-P Usung Kader Sendiri di Pilkada Jakarta, Sebut Banyak yang Menonjol

Puan Bicara Peluang PDI-P Usung Kader Sendiri di Pilkada Jakarta, Sebut Banyak yang Menonjol

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com